The Game Fate Played
NU'EST - Action |
Author:
Rei
Genre:
Romance, horror, supernatural, fantasy
Rating:
Teenager ++
Also published at: FF Nu'est Indonesia
Cast:
Kim
Jong Hyun as JR
Choi
Jina (OC)
Ren
Baekho
Minhyun
Aron
Lee Soo
Rin (OC)
Jina menatap JR nanar. Sekarang, dia
tengah berada di sebuah ruang baca dengan rak-rak besar dengan beragam buku.
Tapi, Jina sama sekali sedang tak tertarik dengan buku-buku tersebut. Mata
coklatnya menatap JR lurus. Beberapa saat yang lalu, dia mendengar kenyataan
yang bahkan tak pernah bisa gadis itu bayangkan.
“Jadi, apakah yang kau katakan itu
benar?” tegas Jina sekali lagi. “Vampir? Mustahil kan?”
JR menatap Jina. Jina bisa merasakan
sebuah getaran aneh dari tatapan JR.
“Aku tidak bohong. Bukankah kau
melihat taring kami?” Pertanyaan JR membuat Jina kembali teringat. Selain JR,
Jina sudah melihat Ren dan Aron memiliki taring di antara gigi mereka.
“Bisa jadi itu sengaja kalian pasang
kan?” Jina
berusaha untuk menolak pemikiran yang mulai muncul dalam kepalanya. Dia masih
belum bisa menerima kenyataan bahwa dia bisa saja merupakan salah satu dari
mereka. “Dan kalau memang benar appa adalah vampir, bukankah itu berarti
aku juga vampir dan harus meminum darah segar?”
Mendengar pertanyaan Jina, JR hanya
tertawa kecil. Konyol, itulah yang JR pikirkan. “Jina-ya, vampir
memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia. Apa kau ingin tahu kenapa
kau bisa tidak minum darah manusia?”
Jina
mengangguk. Sebenarnya, Jina melontarkan pertanyaan itu hanya agar dia bisa
menolak setiap penjelasan yang mulai masuk ke dalam kepalanya. Tapi saat dia
melihat keyakinan kuat dari mata JR, keyakinannya pun mulai goyah.
“Ayahmu
yang membuatmu tidak seperti vampir pada umumnya. Mau tak mau, kau pun harus
percaya bahwa ayahmu adalah vampir. Tapi jangan khawatir. Ibumu manusia, dan
itu membuatmu menjadi setengah vampir. Sayangnya, itu bukanlah fakta yang cukup
bagus untukmu”.
“Memangnya
kenapa?” tuntut Jina. Kali ini, dia benar-benar ingin mendengarkan informasi
apapun tentang ayah yang selama ini tak pernah Jina kenal.
“Karena
kau lahir sebagai vampir seutuhnya, dan bukan setengah vampir”.
Kalimat
JR barusan membuat Jina terguncang. “Mworagoo?”
“Kau
lahir sebagai vampir seutuhnya, seperti kami, dan bukannya setengah vampir.
Hanya saja…”
JR
menghentikan penjelasannya saat dia melihat mata jernih Jina menjadi buram.
Airmata Jina mulai menetes perlahan menyusuri wajahnya.
JR
menghela nafas. “Kau masih ingin mendengarkannya?” Jina mengangguk. Gadis itu
merasa dia tak punya pilihan lain selain mendengarkan JR.
“Hanya
saja, ayahmu menggunakan kekuatannya agar kau tidak perlu meminum darah. Ayahmu
membuat ibumu berjanji untuk tidak mengatakan padamu yang sebenarnya sampai beliau
atau aku sendiri yang menjelaskannya padamu saat umurmu sudah 21 tahun”, lanjut
JR.
“Kenapa
harus kau yang menjelaskan? Dimana appa?” tanya Jina.
JR
menatap mata Jina. Airmata gadis itu terus menetes, tapi dia sama sekali tak
terisak. JR tersenyum kecil. Gadis kuat. Mungkin ini juga yang membuatku
menyukaimu.
“Mianhae,
tapi ayahmu meninggal di hari yang sama dengan kematian ibumu. Ada vampir lain yang juga
mengincarmu dan ibumu”.
“Apa
maksudmu?”
JR
berjalan mendekati Jina, kemudian dia berlutut di hadapan gadis itu. Tangannya
terulur secara perlahan. Jina bisa merasakan tangan dingin JR menyentuh
pipinya, menyapukan punggung tangannya di atas wajahnya. Namja itu
menghapus jejak airmata di wajah Jina.
“Jina-ya,
kau perlu waktu untuk mendengar cerita ini lebih jauh lagi. Aku tidak mau
melihatmu terisak saat mendengar ceritaku”.
Jina
menggeleng pelan. “Ani. Aku ingin mendengar ceritamu lebih jauh lagi.
Aku ingin tahu kenyataan tentang diriku yang disembunyikan oleh eomma dan
appa selama bertahun-tahun”.
JR
menggelengkan kepalanya. “Tidak. Kau butuh waktu untuk mencerna semua ini. Kau
bisa mendengar ceritaku di lain waktu saat kau sudah siap mendengar keseluruhan
fakta tentang keluargamu. Yang bisa kukatakan sekarang hanyalah bahwa kami
harus mempercepat rencana kami membawamu ke rumah ini sekalipun kau masih 19
tahun. Ada
bahaya yang mengincarmu, dan bahaya itu juga yang membunuh kedua orangtuamu”.
“Bahaya
apa yang kau maksud?”
“Aku
tidak bisa membuatmu ketakutan lebih jauh lagi. Yang pasti, jangan keluar
sendirian. Paling tidak, ajaklah Baekho, Soo Rin, atau salah satu dari kami.
Yang kuinginkan hanyalah keselamatanmu”.
Jina
tak punya pilihan lain. Dia harus menuruti JR kalau dia masih mau mencari tahu
tentang ayahnya. Jina memberanikan diri menatap mata lembut JR. Sebuah perasaan
hangat tiba-tiba muncul dari dalam dirinya, dan dia tak tahu apa itu. Bukan
cinta, pikir Jina. Mustahil!
“Lalu,
sampai kapan aku harus tinggal disini?” tanya Jina.
“Kau
bisa tinggal disini sampai kapanpun. Kau juga tidak perlu khawatir. Soo Rin
sudah mengepak semua barangmu. Kau juga tidak perlu kembali lagi ke rumah itu”,
jawab JR.
“Tidak
perlu? Itu kan
rumahku!” protes Jina. Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal. JR tersenyum
kecil. Matanya masih terlihat ingin menangis, tapi ekspresinya mengatakan
dia tengah kesal. Lucu sekali.
“Kami
tidak mau ambil resiko”, balas JR dengan seringaian kecil, bermaksud membuat
Jina takut dan berhenti berdebat dengannya
Jina
menatap JR tajam. Tapi gadis itu tak bisa mengalahkan sorot mata JR yang
dingin. Akhirnya, Jina menyerah. “Baiklah, aku akan menurutimu. Tapi, aku tidak
mau menikah denganmu!”
JR
tertawa kecil. “Kau tidak punya pilihan lain. Bertunangan denganku artinya kau
harus menikah denganku”.
“Ya,
aku kan baru
mengenalmu!” protes Jina kesal.
JR
hanya tersenyum kecil. Tiba-tiba, JR mendekatkan wajahnya ke wajah Jina. Hal
tersebut membuat Jina terkejut dan berdebar. Jina bisa merasakan wajahnya
memanas, dan pasti memerah seperti udang rebus.
“Pelan-pelan,
kau pasti akan mengenalku”. JR tersenyum kecil saat dia menyadari kepanikan
Jina. “Dan, kau pasti akan jatuh cinta padaku”.
“Kau
percaya diri sekali ya?” Jina bisa merasakan kepercayaan diri dari kalimat yang
baru saja JR lontarkan.
“Keurom,
karena aku adalah pemimpin”.
Kali
ini, Jina benar-benar ingin melemparkan buku tebal di sampingnya ke arah JR.
Tapi dia mengurungkan niatnya. Pasti JR bisa menghindari lemparannya dengan
sangat baik. Jina kemudian menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan
wajahnya yang mulai memerah.
“Kau
benar-benar percaya diri sekali”, gumam Jina pelan.
cccddd
“Bagaimana
dengan Jina?” tanya Aron cemas. Saat JR mengajak Jina ke ruang baca, Aron sudah
sangat cemas. Apalagi, Jina harus mendengarkan berbagai fakta baru tentang
dirinya dan kedua orangtuanya.
“Kau
cemas ya?” Kali ini Ren mengeluarkan suaranya. Aron hanya terdiam.
“Kau
tidak perlu cemas. Pelan-pelan, aku akan menceritakan semuanya”, jawab JR.
“Tapi,
apa kau sudah mengatakan pada Jina kalau sepupunya lah yang mengincarnya?”
tanya Baekho.
“Aku
bahkan belum sampai kesana”, jawab JR santai. “Kalian tenang saja. Aku akan
memberitahunya nanti”.
“Kau
harus memberitahunya dengan jelas. Kalau tidak, Jina akan semakin kebingungan”,
sahut Soo Rin.
“Memangnya
perlu?” imbuh Ren. Soo Rin langsung membalas pertanyaan Ren dengan tatapan
matanya yang tajam.
“Cks,
lama-lama kau itu menyebalkan juga ya, Choi Minki?” gerutu Soo Rin kesal. “Kalau
kau mengganggu Jina, akan kupulangkan kau dengan paksa ke rumahmu!”
“Kau
kira aku takut?” Ren menjulurkan lidahnya, bermaksud menantang Soo Rin. Tapi
gadis itu hanya menatapnya sambil menunjukkan tinjunya ke arah Ren.
Sementara
Soo Rin dan Ren melancarkan ‘peperangan’ mereka berdua, Baekho, Aron, Minhyun,
dan JR masih membahas apa yang akan mereka lakukan pada bahaya yang tengah
mengincar Jina.
“Apa
yang akan kita lakukan? Sepertinya, mereka masih belum bergerak”, ucap Minhyun.
“Apa
kita hanya akan melindungi Jina saja tanpa menyerang mereka?’ tanya Baekho.
“Untuk
sementara, kita hanya akan menjaga Jina. Pastikan saja dia tidak sendirian”,
jawab JR.
“Mwo?
Aku harus menjaga putri menyebalkan itu?” sahut Ren tiba-tiba.
“Berisik!”
Dengan sigap, Soo Rin membekap mulut Ren, berusaha menghentikan suara keras Ren
– yang menurut Soo Rin sangat mengesalkan.
“Jadi,
sekarang kita hanya akan melindungi Jina saja?” tegas Aron. JR mengangguk.
“Kenapa
kita tidak berinisiatif dulu saja?” tanya Ren.
Soo
Rin mendecakkan lidahnya, kesal. “Kau tahu tidak? Hal itu malah akan membuat
Jina dalam bahaya. Arasseo, yeoppeo namja?” Ren hanya melirik Soo Rin
kesal.
JR
menatap mereka semua satu per satu. “Aku hanya percaya pada kalian. Jadi,
tolong jaga bantu aku”.
“Keurom.
Kami akan membantumu”, sahut Baekho mewakili mereka semua.
cccddd
Jina
menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan yang tak menentu. Kejadian
sehari ini benar-benar membuat pikirannya bekerja terlalu keras. Perasaan Jina
campur aduk. Di sisi lain, dia bisa mengenal ayahnya lebih dekat, dan tahu
bahwa sang ayah mencintainya dan ibunya. Tapi di sisi lain, dia merasa kesal
dan sedih.
Tiba-tiba,
langit-langit kamar tersebut berubah dan muncullah lukisan-lukisan yang
seharusnya berada di kamarnya. Bukannya semakin mengantuk, mata Jina malah
membelalak lebar.
“Ige
mwoya? Kenapa bisa?”
“Itu
pekerjaan Ren”.
Jina
menoleh. Gadis itu langsung bangun dari posisi tidurnya saat dia melihat Soo
Rin duduk di samping tempat tidurnya. “Pekerjaan Ren?”
Soo
Rin mengangguk. “Masing-masing vampir memiliki kekuatan sendiri, dan Ren bisa
menciptakan ilusi yang sangat ingin dilihat oleh obyeknya”.
Jina
semakin penasaran mendengar penjelasan Soo Rin. “Kau juga vampir seperti
mereka?”
Soo
Rin terdiam sejenak, kemudian menggeleng. “Bukan. Aku setengah vampir, tapi aku
juga memiliki kemampuan seperti mereka”.
“Karena
itu kau bisa keluar di siang hari, Soo Rin-a?”
Soo
Rin tertawa pelan. “Vampir biasa juga bisa keluar di siang hari”.
Jina
mengerutkan keningnya tak mengerti. “Maksudmu? Bukankah vampir takut pada sinar
matahari?” Kali ini, Soo Rin benar-benar tergelak. Jina menatap sahabatnya itu
kebingungan. “Wae? Salah ya?”
“Ya,
aku bisa mendengar kalian berdua! Jangan samakan kami dengan para vampir level
rendah atau vampir ciptaan manusia itu!”
Jina
terdiam saat dia mendengar suara Ren dari lantai bawah. Bukannya berhenti, tawa
Soo Rin malah semakin keras.
“Apa
maksudnya dengan vampir level rendah?”
Soo
Rin masih melanjutkan tawanya. “Lebih baik kau tanyakan saja pada tunanganmu
itu”, jawab Soo Rin di antara tawanya.
Jina
mengerucutkan bibirnya. Kemudian, dia berkata pelan, “Aku tidak suka
kepercayaan dirinya yang kelewat tinggi”.
Soo
Rin tersenyum kecil. “Jinjja? Tapi, apa yang akan kau katakan kalau aku
bilang kau mulai menyukai JR?”
Mata
Jina membelalak lebar dan dia langsung melempar bantal ke arah Soo Rin. “Ya,
apa yang kau katakan?”
Soo
Rin tertawa keras. “Jina-ya, aku tidak membutuhkan kekuatanku hanya
untuk mengetahui apa yang kau pikirkan. Bukankah aku pernah bilang kalau kau
mudah sekali ditebak?”
Jina
masih mengerucutkan bibirnya. Apa yang dikatakan oleh Soo Rin memang benar.
Ibunya juga sering mengatakan kalau Jina mudah sekali ditebak.
Kedua
gadis itu terdiam selama beberapa menit. Tiba-tiba, terdengar suara keras dari
arah lantai bawah. Jina berusaha menajamkan pendengarannya, berharap dia pun
bisa mendengar apapun yang tengah terjadi di luar kamarnya. Tapi, usahanya
nihil. Dia tak mendengar apapun lagi setelah suara keras seperti benda
menghantam dinding dengan keras.
“Mereka
sedang makan”, sahut Soo Rin memecah keingintahuan Jina.
Jina
menatap Soo Rin dengan pandangan penuh ingin tahu. “Makan? Maksudmu minum?”
“Dalam
kamus kami, minum atau makan sama saja”, jawab Soo Rin sambil mengangkat kedua
bahunya. “Lebih baik kalau kau tetap di kamar. Aku yakin JR tidak ingin kau
melihatnya dalam keadaan berlumuran darah”.
Jina
terkesiap. Dia tidak pernah membayangkan bagaimana rupa kelima namja yang
membawanya ke rumah ini saat mereka tengah menyantap buruan mereka.
“Apa–kalian
minum darah manusia?” tanya Jina pelan. Dia berusaha membaca reaksi Soo Rin.
Tapi sahabatnya itu sangat pintar menyembunyikan ekspresinya.
“Terkadang.
Tapi jangan menghitungku. Aku bisa makan makanan manusia, dan bertahan selama
mungkin setelah ‘santapan’ terakhirku”, jawab Soo Rin.
Jina
bisa merasakan Soo Rin berusaha untuk tak membuatnya takut. “Lalu, apa mereka
tidur di siang hari?”
“Tentu
saja. Kalau yang itu, kau benar”.
Jina
kembali menajamkan pendengarannya. Tapi, dia tak berhasil menangkap satu pun
suara. Yang bisa dia dengar hanyalah bunyi jam weker yang menggema di dalam
kamarnya.
Soo
Rin menatap Jina, kemudian menghela nafas. “Jina-ya, kau harus tidur.
Jangan khawatir. Mereka tidak akan menyantapmu, atau kalau mereka berani,
Baekho dan JR akan langsung menghabisi mereka”, ucap Soo Rin lembut.
Tiba-tiba,
Jina merasa matanya terasa berat. Sedetik kemudian, tubuhnya terhempas ke atas
tempat tidur empuknya.
Soo
Rin menghela nafas. “Jaljayo, Jina-ya!”
cccddd
Sudah
selama dua minggu ini, Jina tinggal di rumah para vampir yang ‘menculiknya’.
Pagi itu, Jina terbangun saat dia merasakan belaian lembut angin pagi di atas
wajahnya. Setelah membasuh wajahnya, dia langsung menuju ke lantai bawah. Rumah
besar itu terasa sangat sepi di pagi hari. Selain JR dan yang lainnya, Jina pikir
tidak ada penghuni lain di rumah tersebut.
Langkah
Jina terhenti saat dia menemukan beragam makanan telah tersedia di atas meja
makan. Jina menghampiri meja tersebut, melihat secarik kertas bertuliskan Choi
Jina. Gadis itu mengerutkan keningnya. “Ini bukan tulisan Soo Rin atau Aron”.
Jina
mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan tersebut. Cahaya matahari
samar-samar memasuki rumah besar itu melalui celah-celah kecil jendela. Jina
bisa menebak mereka melakukan ini untuk Jina. Jina tertegun. Sampai sejauh
mana mereka mengenalku?
“Jina-ya,
kau tidak makan?”
Jina
menoleh. Soo Rin telah berdiri tepat di sampingnya dengan senyum mengembang. Jina
menatap Soo Rin bingung. “Aku tidak mendengar suara langkah kakimu?”
Soo
Rin tersenyum kecil. “Kau akan terbiasa nanti”. Imbuhnya, “Makanlah”.
Jina
menatap makanan di meja dengan pandangan ragu, kemudian kembali menatap Soo
Rin. Soo Rin bisa menangkap keraguan di mata Jina.
“Tenang
saja. Itu makanan manusia. Kau bisa memakannya”.
“Bukan,
itu daging manusia yang kemarin kami minum darahnya”, seru Ren ketus dari
tangga.
Jina
menatap Ren, kemudian beralih pada Soo Rin. Matanya terlihat meminta pendapat
Soo Rin. “Soo Rin-a?”
Soo
Rin mendecakkan lidah, kesal. “Si payah itu cuma bercanda. Jangan dengarkan
dia. Aku sendiri yang kemarin memasak ini semua”, ucap Soo Rin berusaha
menenangkan Jina. “Ya, yeoppeo namja! Kalau kau tidak mau terkena
pukulan karate milikku atau jurus kumdo Baekho, jangan macam-macam!”
“Yeoja
payah!” Jina tak perlu menajamkan pendengarannya karena Ren mengumpat cukup
keras. Kemudian dia menghilang dari tangga. Jina masih belum bisa terbiasa
dengan dunia baru yang dihuninya, dunia dimana makhluk-makhluk malam yang tak
pernah bisa dia bayangkan hidup dalam keheningan.
“Si
pengganggu sudah pergi”. Ucapan Soo Rin memecah lamunan Jina.
Jina
memutuskan untuk duduk dan menyantap makanan di hadapannya. Lebih baik segera
makan daripada membiarkan perutnya berbunyi terus minta diisi kan?
Soo
Rin duduk di samping Jina dan menemani gadis itu sarapan. Jina mulai menyuap
nasi ke dalam mulutnya, mengambil bulgogi dan kimchi ke dalam
mangkuknya. Sementara Soo Rin lebih memilih menyantap tteokpeokki dan kimchigae
sebagai sarapannya. Kedua gadis itu menyantap makanan mereka dalam diam.
“Jina-ya,
nanti malam JR akan mengajakmu ke suatu tempat”, ucap Soo Rin tiba-tiba.
Jina
masih melanjutkan menyantap makanan yang disajikan di hadapannya. Siapa sangka
kalau para vampir seperti mereka bisa juga memasak makanan seenak ini.
“Memangnya
dia mau mengajakku kemana?” tanya Jina, masih melanjutkan sarapannya.
“Molla.
Dia hanya menyuruhku untuk memberitahumu saja. Nanti, aku akan menunggumu
sepulang kuliah. Jadi kau tidak perlu pulang sendiri”.
“Arasseo”.
Jina mengangguk pelan. Jika apa yang dikatakan oleh JR dan Soo Rin memang benar,
maka dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti apapun yang direncanakan
oleh para vampir penculiknya.
Di
antara makannya, Jina teringat sesuatu. “Soo Rin-a, kau tahu bahaya yang
dimaksud JR?” tanya Jina.
Jina
bisa merasakan Soo Rin menegang di tempat duduknya. Wajah gadis itu pun
langsung berubah serius. “Sampai mana JR memberitahumu tentang itu?”
“Hanya
ada bahaya yang mengincarku saja”, jawab Jina santai.
Soo
Rin menghela nafas lega. Kemudian dia menatap Jina lembut. “Jina-ya, kau
akan tahu pada waktunya nanti. Aku hanya bisa mengatakan bahwa bahaya itu tak
lain masih memiliki hubungan kerabat dengan ayahmu”.
“Nae
appa?” tanya Jina terkejut. Soo Rin mengangguk.
“Mungkin,
malam ini JR akan menceritakan semuanya. Apalagi kelihatannya, kau sudah siap mendengar
seluruh cerita mengenai ayahmu”.
Jina
tak bisa menghilangkan rasa penasarannya. Bahkan dia sama sekali tak dapat
berkonsentrasi pada mata kuliahnya. Sampai Soo Rin menjemputnya dan
mengantarnya kembali ke rumah besar itu, Jina masih penasaran sebenarnya apa
dan siapa yang mengincarnya.
Di
waktu yang dijanjikan, JR membawa Jina keluar dari rumah. Dia mengajak Jina
menaiki sebuah mobil sport merah menyala.
Merasa
kebingungan, Jina tak punya pilihan lain selain bertanya pada JR. “Kita mau
kemana?”
JR
menatap lurus ke arah jalanan di hadapannya. “Ke tempat yang enak untuk bicara.
Kalau di rumah, Ren dan Soo Rin pasti akan rebut besar lagi”.
“Kalau
begitu, boleh aku tahu bahaya apa yang mengincarku?”
Jeda
sesaat. JR sama sekali tak mengeluarkan suara, dan Jina menunggu jawaban dari
JR. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Jina kembali bertanya. “Kim Jong Hyun-a?”
JR
menarik nafas dalam. “Aku akana mengatakannya sekarang. Tapi kalau Baekho,
Aron, dan Soo Rin tahu aku memberitahumu di jalanan seperti ini, mereka bertiga
pasti akan menceramahiku”.
“Gwaenchana.
Biar aku yang melindungimu dari omelan Soo Rin”.
Bukannya
tertawa, JR malah kembali menghela nafas panjang. “Bahaya yang kami maksud
cukup dekat denganmu. Dia masih kerabat ayahmu. Namanya Jessica, dan dia adalah
sepupumu”.
Jina
menegang. Dia bisa merasakan tubuhnya membeku. Dia tak bisa melepaskan
tatapannya pada JR. Pikirannya berusaha memperoses informasi dari JR.
“Sepupuku?
Wae?”
“Karena
ayahmu mengambil posisi yang seharusnya menjadi milik ayah Jessica”. Pada saat
itu lah, Jina merasakan dunianya berputar terbalik dari yang seharusnya yang
selama ini gadis itu bayangkan.
*****
TO BE CONTINUED *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar