Sabtu, 29 September 2012

Fanfict - The Lost Princess [Part 2]


The Game Fate Played
NU'EST - Action

Author: Rei
Genre: Romance, horror, supernatural, fantasy
Rating: Teenager ++
Also published at: FF Nu'est Indonesia
Cast:
Kim Jong Hyun as JR
Choi Jina (OC)
Ren
Baekho
Minhyun
Aron
Lee Soo Rin (OC)

            Jina menatap JR nanar. Sekarang, dia tengah berada di sebuah ruang baca dengan rak-rak besar dengan beragam buku. Tapi, Jina sama sekali sedang tak tertarik dengan buku-buku tersebut. Mata coklatnya menatap JR lurus. Beberapa saat yang lalu, dia mendengar kenyataan yang bahkan tak pernah bisa gadis itu bayangkan.

            “Jadi, apakah yang kau katakan itu benar?” tegas Jina sekali lagi. “Vampir? Mustahil kan?”
            JR menatap Jina. Jina bisa merasakan sebuah getaran aneh dari tatapan JR.
            “Aku tidak bohong. Bukankah kau melihat taring kami?” Pertanyaan JR membuat Jina kembali teringat. Selain JR, Jina sudah melihat Ren dan Aron memiliki taring di antara gigi mereka.
            “Bisa jadi itu sengaja kalian pasang kan?” Jina berusaha untuk menolak pemikiran yang mulai muncul dalam kepalanya. Dia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa dia bisa saja merupakan salah satu dari mereka. “Dan kalau memang benar appa adalah vampir, bukankah itu berarti aku juga vampir dan harus meminum darah segar?”
            Mendengar pertanyaan Jina, JR hanya tertawa kecil. Konyol, itulah yang JR pikirkan. “Jina-ya, vampir memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia. Apa kau ingin tahu kenapa kau bisa tidak minum darah manusia?”
Jina mengangguk. Sebenarnya, Jina melontarkan pertanyaan itu hanya agar dia bisa menolak setiap penjelasan yang mulai masuk ke dalam kepalanya. Tapi saat dia melihat keyakinan kuat dari mata JR, keyakinannya pun mulai goyah.
“Ayahmu yang membuatmu tidak seperti vampir pada umumnya. Mau tak mau, kau pun harus percaya bahwa ayahmu adalah vampir. Tapi jangan khawatir. Ibumu manusia, dan itu membuatmu menjadi setengah vampir. Sayangnya, itu bukanlah fakta yang cukup bagus untukmu”.
“Memangnya kenapa?” tuntut Jina. Kali ini, dia benar-benar ingin mendengarkan informasi apapun tentang ayah yang selama ini tak pernah Jina kenal.
“Karena kau lahir sebagai vampir seutuhnya, dan bukan setengah vampir”.
Kalimat JR barusan membuat Jina terguncang. “Mworagoo?”
“Kau lahir sebagai vampir seutuhnya, seperti kami, dan bukannya setengah vampir. Hanya saja…”
JR menghentikan penjelasannya saat dia melihat mata jernih Jina menjadi buram. Airmata Jina mulai menetes perlahan menyusuri wajahnya.
JR menghela nafas. “Kau masih ingin mendengarkannya?” Jina mengangguk. Gadis itu merasa dia tak punya pilihan lain selain mendengarkan JR.
“Hanya saja, ayahmu menggunakan kekuatannya agar kau tidak perlu meminum darah. Ayahmu membuat ibumu berjanji untuk tidak mengatakan padamu yang sebenarnya sampai beliau atau aku sendiri yang menjelaskannya padamu saat umurmu sudah 21 tahun”, lanjut JR.
“Kenapa harus kau yang menjelaskan? Dimana appa?” tanya Jina.
JR menatap mata Jina. Airmata gadis itu terus menetes, tapi dia sama sekali tak terisak. JR tersenyum kecil. Gadis kuat. Mungkin ini juga yang membuatku menyukaimu.
Mianhae, tapi ayahmu meninggal di hari yang sama dengan kematian ibumu. Ada vampir lain yang juga mengincarmu dan ibumu”.
“Apa maksudmu?”
JR berjalan mendekati Jina, kemudian dia berlutut di hadapan gadis itu. Tangannya terulur secara perlahan. Jina bisa merasakan tangan dingin JR menyentuh pipinya, menyapukan punggung tangannya di atas wajahnya. Namja itu menghapus jejak airmata di wajah Jina.
“Jina-ya, kau perlu waktu untuk mendengar cerita ini lebih jauh lagi. Aku tidak mau melihatmu terisak saat mendengar ceritaku”.
Jina menggeleng pelan. “Ani. Aku ingin mendengar ceritamu lebih jauh lagi. Aku ingin tahu kenyataan tentang diriku yang disembunyikan oleh eomma dan appa selama bertahun-tahun”.
JR menggelengkan kepalanya. “Tidak. Kau butuh waktu untuk mencerna semua ini. Kau bisa mendengar ceritaku di lain waktu saat kau sudah siap mendengar keseluruhan fakta tentang keluargamu. Yang bisa kukatakan sekarang hanyalah bahwa kami harus mempercepat rencana kami membawamu ke rumah ini sekalipun kau masih 19 tahun. Ada bahaya yang mengincarmu, dan bahaya itu juga yang membunuh kedua orangtuamu”.
“Bahaya apa yang kau maksud?”
“Aku tidak bisa membuatmu ketakutan lebih jauh lagi. Yang pasti, jangan keluar sendirian. Paling tidak, ajaklah Baekho, Soo Rin, atau salah satu dari kami. Yang kuinginkan hanyalah keselamatanmu”.
Jina tak punya pilihan lain. Dia harus menuruti JR kalau dia masih mau mencari tahu tentang ayahnya. Jina memberanikan diri menatap mata lembut JR. Sebuah perasaan hangat tiba-tiba muncul dari dalam dirinya, dan dia tak tahu apa itu. Bukan cinta, pikir Jina. Mustahil!
“Lalu, sampai kapan aku harus tinggal disini?” tanya Jina.
“Kau bisa tinggal disini sampai kapanpun. Kau juga tidak perlu khawatir. Soo Rin sudah mengepak semua barangmu. Kau juga tidak perlu kembali lagi ke rumah itu”, jawab JR.
“Tidak perlu? Itu kan rumahku!” protes Jina. Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal. JR tersenyum kecil. Matanya masih terlihat ingin menangis, tapi ekspresinya mengatakan dia tengah kesal. Lucu sekali.
“Kami tidak mau ambil resiko”, balas JR dengan seringaian kecil, bermaksud membuat Jina takut dan berhenti berdebat dengannya
Jina menatap JR tajam. Tapi gadis itu tak bisa mengalahkan sorot mata JR yang dingin. Akhirnya, Jina menyerah. “Baiklah, aku akan menurutimu. Tapi, aku tidak mau menikah denganmu!”
JR tertawa kecil. “Kau tidak punya pilihan lain. Bertunangan denganku artinya kau harus menikah denganku”.
Ya, aku kan baru mengenalmu!” protes Jina kesal.
JR hanya tersenyum kecil. Tiba-tiba, JR mendekatkan wajahnya ke wajah Jina. Hal tersebut membuat Jina terkejut dan berdebar. Jina bisa merasakan wajahnya memanas, dan pasti memerah seperti udang rebus.
“Pelan-pelan, kau pasti akan mengenalku”. JR tersenyum kecil saat dia menyadari kepanikan Jina. “Dan, kau pasti akan jatuh cinta padaku”.
“Kau percaya diri sekali ya?” Jina bisa merasakan kepercayaan diri dari kalimat yang baru saja JR lontarkan.
Keurom, karena aku adalah pemimpin”.
Kali ini, Jina benar-benar ingin melemparkan buku tebal di sampingnya ke arah JR. Tapi dia mengurungkan niatnya. Pasti JR bisa menghindari lemparannya dengan sangat baik. Jina kemudian menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah.
“Kau benar-benar percaya diri sekali”, gumam Jina pelan.
cccddd
“Bagaimana dengan Jina?” tanya Aron cemas. Saat JR mengajak Jina ke ruang baca, Aron sudah sangat cemas. Apalagi, Jina harus mendengarkan berbagai fakta baru tentang dirinya dan kedua orangtuanya.
“Kau cemas ya?” Kali ini Ren mengeluarkan suaranya. Aron hanya terdiam.
“Kau tidak perlu cemas. Pelan-pelan, aku akan menceritakan semuanya”, jawab JR.
“Tapi, apa kau sudah mengatakan pada Jina kalau sepupunya lah yang mengincarnya?” tanya Baekho.
“Aku bahkan belum sampai kesana”, jawab JR santai. “Kalian tenang saja. Aku akan memberitahunya nanti”.
“Kau harus memberitahunya dengan jelas. Kalau tidak, Jina akan semakin kebingungan”, sahut Soo Rin.
“Memangnya perlu?” imbuh Ren. Soo Rin langsung membalas pertanyaan Ren dengan tatapan matanya yang tajam.
“Cks, lama-lama kau itu menyebalkan juga ya, Choi Minki?” gerutu Soo Rin kesal. “Kalau kau mengganggu Jina, akan kupulangkan kau dengan paksa ke rumahmu!”
“Kau kira aku takut?” Ren menjulurkan lidahnya, bermaksud menantang Soo Rin. Tapi gadis itu hanya menatapnya sambil menunjukkan tinjunya ke arah Ren.
Sementara Soo Rin dan Ren melancarkan ‘peperangan’ mereka berdua, Baekho, Aron, Minhyun, dan JR masih membahas apa yang akan mereka lakukan pada bahaya yang tengah mengincar Jina.
“Apa yang akan kita lakukan? Sepertinya, mereka masih belum bergerak”, ucap Minhyun.
“Apa kita hanya akan melindungi Jina saja tanpa menyerang mereka?’ tanya Baekho.
“Untuk sementara, kita hanya akan menjaga Jina. Pastikan saja dia tidak sendirian”, jawab JR.
Mwo? Aku harus menjaga putri menyebalkan itu?” sahut Ren tiba-tiba.
“Berisik!” Dengan sigap, Soo Rin membekap mulut Ren, berusaha menghentikan suara keras Ren – yang menurut Soo Rin sangat mengesalkan.
“Jadi, sekarang kita hanya akan melindungi Jina saja?” tegas Aron. JR mengangguk.
“Kenapa kita tidak berinisiatif dulu saja?” tanya Ren.
Soo Rin mendecakkan lidahnya, kesal. “Kau tahu tidak? Hal itu malah akan membuat Jina dalam bahaya. Arasseo, yeoppeo namja?” Ren hanya melirik Soo Rin kesal.
JR menatap mereka semua satu per satu. “Aku hanya percaya pada kalian. Jadi, tolong jaga bantu aku”.
Keurom. Kami akan membantumu”, sahut Baekho mewakili mereka semua.
cccddd
Jina menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan yang tak menentu. Kejadian sehari ini benar-benar membuat pikirannya bekerja terlalu keras. Perasaan Jina campur aduk. Di sisi lain, dia bisa mengenal ayahnya lebih dekat, dan tahu bahwa sang ayah mencintainya dan ibunya. Tapi di sisi lain, dia merasa kesal dan sedih.
Tiba-tiba, langit-langit kamar tersebut berubah dan muncullah lukisan-lukisan yang seharusnya berada di kamarnya. Bukannya semakin mengantuk, mata Jina malah membelalak lebar.
Ige mwoya? Kenapa bisa?”
“Itu pekerjaan Ren”.
Jina menoleh. Gadis itu langsung bangun dari posisi tidurnya saat dia melihat Soo Rin duduk di samping tempat tidurnya. “Pekerjaan Ren?”
Soo Rin mengangguk. “Masing-masing vampir memiliki kekuatan sendiri, dan Ren bisa menciptakan ilusi yang sangat ingin dilihat oleh obyeknya”.
Jina semakin penasaran mendengar penjelasan Soo Rin. “Kau juga vampir seperti mereka?”
Soo Rin terdiam sejenak, kemudian menggeleng. “Bukan. Aku setengah vampir, tapi aku juga memiliki kemampuan seperti mereka”.
“Karena itu kau bisa keluar di siang hari, Soo Rin-a?”
Soo Rin tertawa pelan. “Vampir biasa juga bisa keluar di siang hari”.
Jina mengerutkan keningnya tak mengerti. “Maksudmu? Bukankah vampir takut pada sinar matahari?” Kali ini, Soo Rin benar-benar tergelak. Jina menatap sahabatnya itu kebingungan. “Wae? Salah ya?”
Ya, aku bisa mendengar kalian berdua! Jangan samakan kami dengan para vampir level rendah atau vampir ciptaan manusia itu!”
Jina terdiam saat dia mendengar suara Ren dari lantai bawah. Bukannya berhenti, tawa Soo Rin malah semakin keras.
“Apa maksudnya dengan vampir level rendah?”
Soo Rin masih melanjutkan tawanya. “Lebih baik kau tanyakan saja pada tunanganmu itu”, jawab Soo Rin di antara tawanya.
Jina mengerucutkan bibirnya. Kemudian, dia berkata pelan, “Aku tidak suka kepercayaan dirinya yang kelewat tinggi”.
Soo Rin tersenyum kecil. “Jinjja? Tapi, apa yang akan kau katakan kalau aku bilang kau mulai menyukai JR?”
Mata Jina membelalak lebar dan dia langsung melempar bantal ke arah Soo Rin. “Ya, apa yang kau katakan?”
Soo Rin tertawa keras. “Jina-ya, aku tidak membutuhkan kekuatanku hanya untuk mengetahui apa yang kau pikirkan. Bukankah aku pernah bilang kalau kau mudah sekali ditebak?”
Jina masih mengerucutkan bibirnya. Apa yang dikatakan oleh Soo Rin memang benar. Ibunya juga sering mengatakan kalau Jina mudah sekali ditebak.
Kedua gadis itu terdiam selama beberapa menit. Tiba-tiba, terdengar suara keras dari arah lantai bawah. Jina berusaha menajamkan pendengarannya, berharap dia pun bisa mendengar apapun yang tengah terjadi di luar kamarnya. Tapi, usahanya nihil. Dia tak mendengar apapun lagi setelah suara keras seperti benda menghantam dinding dengan keras.
“Mereka sedang makan”, sahut Soo Rin memecah keingintahuan Jina.
Jina menatap Soo Rin dengan pandangan penuh ingin tahu. “Makan? Maksudmu minum?”
“Dalam kamus kami, minum atau makan sama saja”, jawab Soo Rin sambil mengangkat kedua bahunya. “Lebih baik kalau kau tetap di kamar. Aku yakin JR tidak ingin kau melihatnya dalam keadaan berlumuran darah”.
Jina terkesiap. Dia tidak pernah membayangkan bagaimana rupa kelima namja yang membawanya ke rumah ini saat mereka tengah menyantap buruan mereka.
“Apa–kalian minum darah manusia?” tanya Jina pelan. Dia berusaha membaca reaksi Soo Rin. Tapi sahabatnya itu sangat pintar menyembunyikan ekspresinya.
“Terkadang. Tapi jangan menghitungku. Aku bisa makan makanan manusia, dan bertahan selama mungkin setelah ‘santapan’ terakhirku”, jawab Soo Rin.
Jina bisa merasakan Soo Rin berusaha untuk tak membuatnya takut. “Lalu, apa mereka tidur di siang hari?”
“Tentu saja. Kalau yang itu, kau benar”.
Jina kembali menajamkan pendengarannya. Tapi, dia tak berhasil menangkap satu pun suara. Yang bisa dia dengar hanyalah bunyi jam weker yang menggema di dalam kamarnya.
Soo Rin menatap Jina, kemudian menghela nafas. “Jina-ya, kau harus tidur. Jangan khawatir. Mereka tidak akan menyantapmu, atau kalau mereka berani, Baekho dan JR akan langsung menghabisi mereka”, ucap Soo Rin lembut.
Tiba-tiba, Jina merasa matanya terasa berat. Sedetik kemudian, tubuhnya terhempas ke atas tempat tidur empuknya.
Soo Rin menghela nafas. “Jaljayo, Jina-ya!”
cccddd
Sudah selama dua minggu ini, Jina tinggal di rumah para vampir yang ‘menculiknya’. Pagi itu, Jina terbangun saat dia merasakan belaian lembut angin pagi di atas wajahnya. Setelah membasuh wajahnya, dia langsung menuju ke lantai bawah. Rumah besar itu terasa sangat sepi di pagi hari. Selain JR dan yang lainnya, Jina pikir tidak ada penghuni lain di rumah tersebut.
Langkah Jina terhenti saat dia menemukan beragam makanan telah tersedia di atas meja makan. Jina menghampiri meja tersebut, melihat secarik kertas bertuliskan Choi Jina. Gadis itu mengerutkan keningnya. “Ini bukan tulisan Soo Rin atau Aron”.
Jina mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan tersebut. Cahaya matahari samar-samar memasuki rumah besar itu melalui celah-celah kecil jendela. Jina bisa menebak mereka melakukan ini untuk Jina. Jina tertegun. Sampai sejauh mana mereka mengenalku?
“Jina-ya, kau tidak makan?”
Jina menoleh. Soo Rin telah berdiri tepat di sampingnya dengan senyum mengembang. Jina menatap Soo Rin bingung. “Aku tidak mendengar suara langkah kakimu?”
Soo Rin tersenyum kecil. “Kau akan terbiasa nanti”. Imbuhnya, “Makanlah”.
Jina menatap makanan di meja dengan pandangan ragu, kemudian kembali menatap Soo Rin. Soo Rin bisa menangkap keraguan di mata Jina.
“Tenang saja. Itu makanan manusia. Kau bisa memakannya”.
“Bukan, itu daging manusia yang kemarin kami minum darahnya”, seru Ren ketus dari tangga.
Jina menatap Ren, kemudian beralih pada Soo Rin. Matanya terlihat meminta pendapat Soo Rin. “Soo Rin-a?”
Soo Rin mendecakkan lidah, kesal. “Si payah itu cuma bercanda. Jangan dengarkan dia. Aku sendiri yang kemarin memasak ini semua”, ucap Soo Rin berusaha menenangkan Jina. “Ya, yeoppeo namja! Kalau kau tidak mau terkena pukulan karate milikku atau jurus kumdo Baekho, jangan macam-macam!”
Yeoja payah!” Jina tak perlu menajamkan pendengarannya karena Ren mengumpat cukup keras. Kemudian dia menghilang dari tangga. Jina masih belum bisa terbiasa dengan dunia baru yang dihuninya, dunia dimana makhluk-makhluk malam yang tak pernah bisa dia bayangkan hidup dalam keheningan.
“Si pengganggu sudah pergi”. Ucapan Soo Rin memecah lamunan Jina.
Jina memutuskan untuk duduk dan menyantap makanan di hadapannya. Lebih baik segera makan daripada membiarkan perutnya berbunyi terus minta diisi kan?
Soo Rin duduk di samping Jina dan menemani gadis itu sarapan. Jina mulai menyuap nasi ke dalam mulutnya, mengambil bulgogi dan kimchi ke dalam mangkuknya. Sementara Soo Rin lebih memilih menyantap tteokpeokki dan kimchigae sebagai sarapannya. Kedua gadis itu menyantap makanan mereka dalam diam.
“Jina-ya, nanti malam JR akan mengajakmu ke suatu tempat”, ucap Soo Rin tiba-tiba.
Jina masih melanjutkan menyantap makanan yang disajikan di hadapannya. Siapa sangka kalau para vampir seperti mereka bisa juga memasak makanan seenak ini.
“Memangnya dia mau mengajakku kemana?” tanya Jina, masih melanjutkan sarapannya.
Molla. Dia hanya menyuruhku untuk memberitahumu saja. Nanti, aku akan menunggumu sepulang kuliah. Jadi kau tidak perlu pulang sendiri”.
Arasseo”. Jina mengangguk pelan. Jika apa yang dikatakan oleh JR dan Soo Rin memang benar, maka dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti apapun yang direncanakan oleh para vampir penculiknya.
Di antara makannya, Jina teringat sesuatu. “Soo Rin-a, kau tahu bahaya yang dimaksud JR?” tanya Jina.
Jina bisa merasakan Soo Rin menegang di tempat duduknya. Wajah gadis itu pun langsung berubah serius. “Sampai mana JR memberitahumu tentang itu?”
“Hanya ada bahaya yang mengincarku saja”, jawab Jina santai.
Soo Rin menghela nafas lega. Kemudian dia menatap Jina lembut. “Jina-ya, kau akan tahu pada waktunya nanti. Aku hanya bisa mengatakan bahwa bahaya itu tak lain masih memiliki hubungan kerabat dengan ayahmu”.
Nae appa?” tanya Jina terkejut. Soo Rin mengangguk.
“Mungkin, malam ini JR akan menceritakan semuanya. Apalagi kelihatannya, kau sudah siap mendengar seluruh cerita mengenai ayahmu”.
Jina tak bisa menghilangkan rasa penasarannya. Bahkan dia sama sekali tak dapat berkonsentrasi pada mata kuliahnya. Sampai Soo Rin menjemputnya dan mengantarnya kembali ke rumah besar itu, Jina masih penasaran sebenarnya apa dan siapa yang mengincarnya.
Di waktu yang dijanjikan, JR membawa Jina keluar dari rumah. Dia mengajak Jina menaiki sebuah mobil sport merah menyala.
Merasa kebingungan, Jina tak punya pilihan lain selain bertanya pada JR. “Kita mau kemana?”
JR menatap lurus ke arah jalanan di hadapannya. “Ke tempat yang enak untuk bicara. Kalau di rumah, Ren dan Soo Rin pasti akan rebut besar lagi”.
“Kalau begitu, boleh aku tahu bahaya apa yang mengincarku?”
Jeda sesaat. JR sama sekali tak mengeluarkan suara, dan Jina menunggu jawaban dari JR. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Jina kembali bertanya. “Kim Jong Hyun-a?”
JR menarik nafas dalam. “Aku akana mengatakannya sekarang. Tapi kalau Baekho, Aron, dan Soo Rin tahu aku memberitahumu di jalanan seperti ini, mereka bertiga pasti akan menceramahiku”.
Gwaenchana. Biar aku yang melindungimu dari omelan Soo Rin”.
Bukannya tertawa, JR malah kembali menghela nafas panjang. “Bahaya yang kami maksud cukup dekat denganmu. Dia masih kerabat ayahmu. Namanya Jessica, dan dia adalah sepupumu”.
Jina menegang. Dia bisa merasakan tubuhnya membeku. Dia tak bisa melepaskan tatapannya pada JR. Pikirannya berusaha memperoses informasi dari JR.
“Sepupuku? Wae?”
“Karena ayahmu mengambil posisi yang seharusnya menjadi milik ayah Jessica”. Pada saat itu lah, Jina merasakan dunianya berputar terbalik dari yang seharusnya yang selama ini gadis itu bayangkan.
***** TO BE CONTINUED *****

Tidak ada komentar: