“Jalan dalam
kehidupan selalu bercabang-cabang. Tugas kita adalah memilih satu, dan apa pun
yang terjadi, kita harus hidup dengan konsekuensinya.” (Mama – Girl Meets Boy,
hal. 259)
Yes another
work from mbak Winna. Dan saya suka sekali dengan tema keluarga yang diusung oleh
karya-karya terbaru mbak Winna. Kali ini saya akan mereview salah satu novel
terbaru mbak Winna, Girl Meets Boy (bukan terbaru sih cuma saya aja
yang terlambat membacanya).
Sinopsis
Dear Ava,
Saat kamu menerima surat ini, mungkin aku
udah nggak ada di sini.
Mungkin aku udah jadi murid senior di
Alistaire. Mungkin aku akan ada
di lingkungan baru. Atau, mungkin di
Broadway, tampil perdana untuk
pertunjukan Annie dan tiketnya terjual
habis dalam lima menit
(boleh dong, ngarep). Who knows? Itulah
hebatnya dunia,
selalu penuh
dengan kesempatan yang nggak terduga.
Satu hal yang mesti kau ingat,
kita punya janji untuk saling menemukan,
bukankah
begitu?
Love,
Rae
Dear
Kai,
And then I said, “Kai,
aku sayang kamu.”
Kamu menatapku, lalu mengusap
rambutku lembut. Ini adalah kali pertama
aku mengucapkannya kepada siapa
pun. Kamu nggak mengatakannya balik.
Dan,
kurasa, sejak awal aku udah tahu.
Aku tahu tindakan kamu barusan
adalah ucapan i-love-you terbaik
yang mungkin
bisa kudapatkan, but it’s okay, because I love you.
And
unlike you, I’m not afraid of saying it.
Love,
Rae
******
Novel
ini bercerita tentang kehilangan dan tentang menemukan. Tentang mimpi, tentang
keluarga, tentang persahabatan, juga tentang memaafkan diri sendiri. Lewatnya,
saya ingin berkisah perihal momen-momen berharga yang sudah seharusnya berlalu
dan dilepaskan. Karena setiap hal indah pada waktunya.
Semoga
kamu menyukai sepotong kisah ini dan mendengar musik bermain di baliknya.
Winna
Efendi.
Girl Meets
Boy adalah karya
karya kesekian mbak Winna yang saya baca. Mengambil tema yang agak berbeda
sejak Happily Ever After, novel ini menceritakan tentang Ava Tirtadirga
yang harus berhadapan dengan kehilangan sosok sang kakak, Rae Tirtadirga. Ava
yang baru kehilangan kakaknya pun mengikuti jejak sang Kakak, menjadi murid di
Alistaire School of Performing Arts and Music. Berbeda dengan sang Kakak yang
sangat jelas menonjol dan dielu-elukan, Ava tidak terlalu menonjol, ditambah
pula kerap kali dibanding-bandingkan dengan Rae. Meskipun begitu, Ava menemukan
hal-hal baru di sana; teman-teman baru dari The Manic Misfits yang menerimanya
apa adanya, sudut-sudut sekolah yang dia jelajahi, belajar banyak hal, dan
bertemu dengan Kai Alistaire, yang merupakan mantan kekasih Rae. Lewat jurnal
dan surat-surat Rae, Ava mengetahui hubungan keduanya, dan mengenal Kai, sang playboy
di sekolah tersebut, si pemain piano jenius. Tadinya, Ava hanya ingin
mendekati Kai untuk mencari tahu bagaimana perasaan Kai yang sebenarnya kepada
Rae. Namun lama-kelamaan, sama seperti Rae, Ava menemukan banyak hal
tersembunyi di balik sifat kejam, sombong, narsis dan playboy yang
dicitrakan oleh Kai. Namun, bagaimana dengan perasaan Kai kepada Rae? Lalu, apa
yang dirasakan Ava setiap kali dia melihat perubahan hati dan sikap Kai?
First
Impression
Surprised. Langsung kerasa unsur musiknya.
How did I
experience this book?
Jujur, saya
nangis. Oke jujur banget. Saya bisa sangat memahami Ava karena kami berdua
memiliki banyak kemiripan; anak bungsu, lebih suka menjadi pendengar, dan buku.
Oh dan satu lagi. Introvert. Tapi kelihatannya saya nggak terlalu introvert
seperti Ava.
Characters
Karakter
utama novel ini adalah Ava Tirtadirga, putri bungsu keluarga Tirtadirga dan
adik almarhumah Rae Tirtadirga, sang primadona Alistaire. Jika Rae adalah
bintang yang bersinar, menurut Ava dirinya adalah bayang-bayang, siluet sang
Kakak kemanapun ia pergi. Ava cenderung introvert, lebih suka membaca
buku, klaustrofobia, dan tipe yang lebih nyaman di zonanya sendiri. Saat
pertama kali menginjakkan kaki di Alistaire, Ava mungkin berusaha untuk tidak
mencolok. Namun nama Tirtadirga tetap membuatnya dikenal di seluruh Alistaire.
Dan pertemuannya dengan Fido, Arabel, Sugeng, dan playboy sekolah Kai
mulai mengubahnya, membangkitkan kepercayaan dirinya dan keberaniannya untuk
mulai berjalan maju. Lalu Kai, sang playboy dari Alistaire yang merupakan
kekasih Rae. Penuh misteri, kegelapan, kesedihan, pemberontakan. Kenangan akan
ibunya dan kontrol sang Kakek atas dirinya membuatnya menjadi seperti itu. Ditambah
dengan kematian Rae semakin membuatnya terlihat kejam dan tidak berperasaan. Walaupun
begitu, lambat laun, Kai mulai berubah, dan memaafkan dirinya sendiri.
And my
favorite characters are The Manic Misfits. Jujur, saya setuju
dengan mbak Winna. The Manic Misfits adalah karakter paling seru di dalam novel
ini. Fido sang keyboardist yang, jujur saja, kelihatannya dia yang
paling suka gosip di antara teman-temannya. Sugeng sang gitaris yang kerap kali
menjadi penengah dan berperan sebagai ‘ibu’ bagi teman-temannya. Lalu Arabel
yang menabuh drum dengan sifatnya yang sinis, keras, namun menyukai
makanan-makanan manis. Ketiganya ditambah Ava saling melengkapi. Fido yang
selalu bisa memberikan dorongan kepada Ava, Arabel yang selalu bisa berbagi
rahasia dan curhatan dengan Ava, serta Sugeng yang, walaupun tidak bisa dipahami
dengan baik, selalu dapat membantu Ava pada saat yang tepat.
Plot
Plot
maju.
POV
Orang
ketiga, berganti antara Ava dan Kai.
Tema
Keluarga.
Sisterhood. Romance. Friendship. Slice of life. Drama.
Music.
Quotes
Simple, tapi
menusuk. Khas Ava.
Ending
It’s enough. Sudah
cukup menurut saya. Dan saya sudah puas dengan semua konflik dan ending-nya.
Benefit
Ada banyak
sekali. Pertama, merelakan mereka yang sudah tidak ada bukan berhenti untuk
mengingatnya, namun tetap mengingatnya, baik maupun buruk, namun kita harus
terus maju. Kedua, raihlah cita-citamu. Cita-cita tidak hanya tentang hal-hal
yang indah, namun ada masa di mana kita akan menghadapi hal-hal yang buruk, dan
itulah yang akan membentuk kita nantinya. Ketiga, family is everything. Sekalipun
salah satu anggota keluarga sudah tiada, kita masih bisa mengingatnya dan terus
melanjutkan hidup. Jangan terus-menerus mengingatnya dengan kesedihan. Ingat mereka
dengan kegembiraan dan kebahagiaan pula.
4,5/5
bintang untuk novel ini.
It’s so
amazing it seems like I can’t move on from this book. Can’t wait mbak Winna’s
new work.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar