Sabtu, 29 September 2012

Fanfict - The Lost Princess [Part 1]


The Truth about Life

FACE - NU'EST
Author: Rei
Genre: Romance, horror, supernatural
Rating: Teenager++
Also published at: FF Nu'est Indonesia
Cast:
Kim Jong Hyun as JR
Choi Jina (OC)
Ren
Baekho
Minhyun
Aron
Lee Soo Rin (OC)

            “Jina-ya, kau percaya vampir tidak?” tanya Soo Rin suatu hari.
            Jina terlihat tak terlalu menghiraukan sahabatnya. Dia tengah berkutat dengan lembaran tugas yang tersebar di hadapannya. “Molla. Vampir kan cuma ada di film”. Jina masih berkonsentrasi dengan kertas-kertas di hadapannya. Beberapa tugasnya tengah menanti untuk dikumpulkan.
           
Soo Rin menatap Jina dengan kening berkerut. “Kalau kubilang aku ini vampir, kau percaya tidak?” Mau tak mau, Jina menghentikan pekerjaannya dan langsung menatap sahabatnya. Jina menyunggingkan senyum lebar. “Tak mungkin. Bagaimana bisa kau keluar di siang hari kalau kau vampir?”
            Soo Rin menatap Jina yang masih tergelak. Sorot matanya terlihat serius, tapi gadis di hadapannya tersebut sama sekali tak mempedulikan sorot mata Soo Rin. Mau tak mau Soo Rin harus menyerah.
            “Ya, sudahlah. Tapi, hati-hati kalau pulang malam”.
“Soo Rin-a, kau aneh sekali hari ini. Kau bertengkar lagi dengan Ren?” Tanya Jina saat dia tersadar tak biasanya Soo Rin seperti itu.
Soo Rin terlihat menyeringai kecil. “Gwaenchana. Kau akan tahu nanti”.
Jina menatap Soo Rin dengan kening berkerut. Kali ini, gadis itu benar-benar kehilangan minta akan tugas-tugasnya. Satu-satunya hal yang ingin dia tahu adalah maksud Soo Rin menanyakan hal itu padanya.
*********
Di tempat lain….
“Bagaimana kita akan membawanya kemari kalau dia sendiri tak tahu tentang keluarganya sendiri?” Tanya Minhyun.
“Huh, untuk apa sih kita susah payah membawanya kemari?” sahut Ren kesal. “Dia kan cuma setengah vampir”.
“Walaupun cuma setengah vampir, dia tetap memiliki darah pemimpin klan ini kau tahu?” sahut Soo Rin kesal. “Ya, dia kan tunanganmu. Lakukan sesuatu”.
“Gadis itu tunangan JR?” tegas Baekho.
JR hanya menatap para vampir di hadapannya dengan senyum lembut yang mengembang di bibirnya. “Kau lihat saja nanti”.
**********
Jina masih belum bisa memejamkan matanya. Jam wekernya sudah menunjukkan pukul Sembilan malam. Tapi otaknya tak bisa diajak untuk beristirahat. Dia kembali terbayang pertanyaan aneh yang dilontarkan oleh Soo Rin.
“Bukannya vampir cuma ada di film saja ya? Buat apa dia menanyakan hal seperti itu padaku?”
Mata Jina terus menatap langit-langit kamarnya yang penuh dengan lukisan-lukisan lucu. Lukisan-lukisan tersebut dibuat oleh ibunya. Di antara gamba-gambar tersebut, terdapat gambar sebuah keluarga. Mata Jina tertuju pada keluarga kecil tersebut. Ayah dan ibu tengah menggandeng seorang gadis kecil.
Jina tersenyum tipis. Dia ingat dia lah yang meminta sang ibu menggambar keluarga tersebut. “Eomma, sebenarnya kemana appa tak bertanggungjawab yang meninggalkan eomma saat aku masih bayi dulu?”
Setitik airmata mengintip di pelupuk mata Jina. Ya, Choi Jina tak mengenal ayahnya sejak dia masih kecil. Ibunya hanya mengatakan kalau sang ayah telah meninggalkan mereka tanpa memberitahu alasan yang jelas. Dulu, Jina masih sering merengek agar dia bisa bertemu dengan ayahnya. Tapi semenjak kematian ibunya setahun yg lalu, Jina mulai membenci ayahnya. Ayah yang dianggapnya tak bertanggungjawab karena meninggalkannya dan ibunya.
Jina menutup matanya, kemudian menyunggingkan senyum kecil. “Jaljayo, eomma”. Tak lama kemudian, gadis itu telah berpetualang di dalam mimpinya sendiri.
Jina membuka matanya saat dia mendengar suara geraman. Gadis itu menatap sekelilingnya, tapi semuanya terlihat gelap. Jina yakin dia sedang tak berada di kamarnya.
“Jina-ya, kami akan segera menjemputmu”, seru sebuah suara lembut di belakang Jina.
Jina menoleh. Tapi, dia tak melihat siapapun disana. “Nuguya? Ini, bukan di rumahku?”
“Jina-ya”.
Mata Jina langsung berbinar bahagia saat dia mendengar suara kecil tersebut. “Soo Rin? Kau dimana?”
“Jina-ya, klan kami membutuhkanmu”.
Jina mengerutkan keningnya. “Mworagoo? Soo Rin-a, katakan kau dimana? Disini gelap sekali”.
“Jina-ya, kau akan segera bertemu dengan keluarga aslimu. Kita pasti akan segera bertemu”, seru suara lain, suara yang sama yang memanggilnya pertama kali.
Jina membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi telah menyeruak masuk melalui tirai jendela kamarnya. Perlahan, Jina menggerakkan badannya. Hal pertama yang dia lihat adalah lukisan keluarga kecil di langit-langit kamarnya.
Jina tersenyum kecil. “Mimpi? Aneh sekali. Ini pasti gara-gara pertanyaan aneh Soo Rin kemarin”.
“Tidurmu nyenyak sekali ya, Putri Tidur?”
Tiba-tiba, senyum Jina menghilang dan digantikan dengan keheranan yang luar biasa. Di hadapannya, berdiri seorang namja – yang menurut Jina dapat membuat teman-teman perempuannya akan menjerit.
Jina mengerutkan keningnya, bingung. “Ren? Kau sedang apa di kamarku?” Jina memang mengenal Ren. Soo Rin mengatakan kalau Ren adalah keluarga jauh sahabatnya itu. Dan Jina hanya bertemu Ren sekali, saat Soo Rin mengenalkan mereka.
Ren sama sekali tak menyunggingkan senyumnya. Bahkan menurut Jina, Ren sekarang malah terlihat seperti Soo Rin yang cuek dan juga pemarah.
“Ren, aku tanya kenapa kau ada di kamarku?”
“Memangnya kau masih di kamarmu? Kau bahkan sudah tidak berada di rumahmu lagi”, jawab Ren.
Mwo?!” Jina kembali menatap langit-langit kamarnya. Beragam lukisan lucu yang dibuat sang ibu telah menghilang, seolah lenyap tak berbekas. “Kemana perginya lukisan di langit-langit kamarku?”
Ren tersenyum tipis. “Itu kan pekerjaan kecil. Membuat ilusi, dan sebagainya. Kau itu polos sekali ya?” Dan Jina bersumpah dia melihat dua taring putih menyembul di antara gigi-gigi Ren saat namja itu menyeringai padanya.
Mworagoo?” Jina benar-benar kebingungan. Dia membutuhkan seseorang untuk menjelaskan situasi yang tengah dihadapinya.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu kamar terbuka. Jina mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Sedangkan Ren hanya mendecakkan lidahnya kesal. Dari ambang pintu, muncul seorang namja lagi dengan tubuh lebih kekar. Namja tersebut langsung tersenyum begitu matanya menangkap sosok Jina.
Annyeong, Jina-ya. Apa tidurmu nyenyak?” sapa namja itu ramah..
Ya, aku juga mau bertemu dengannya”, seru seorang namja lagi yang tiba-tiba menyeruak dari belakang punggung namja kekar dengan senyuma lembut itu. “Ren, Soo Rin sedang marah-marah di bawah”.
“Siapa kalian?” tanya Jina kebingungan. Gadis itu menatap kedua namja di hadapannya itu dengan sorot mata bingung. Kemudian tatapannya beralih ke Ren, berusaha meminta penjelasan dari Ren.
Ren menyeringai kecil. “Aku tidak akan memberitahumu”.
Mianhae, Jina-ya. Kami belum mengenalkan diri kami”.
Jina kembali menatap kedua namja yang berdiri di ambang pintu kamar tersebut. “Ren bilang aku bahkan sudah tak berada di rumahku lagi”.
Namja dengan senyum lembut itu kembali tersenyum. “Kenalkan, namaku Baekho dan ini Minhyun. Dan kurasa, kau sudah mengenal Ren kan?” Pertanyaan Baekho dijawab Jina dengan sebuah anggukan kepala pelan. “Seperti yang dikatakan oleh Ren, kau memang sudah tak berada di rumahmu lagi sejak kau memejamkan matamu kemarin malam”.
Jina hanya terdiam. Otaknya membutuhkan waktu untuk bekerja, apalagi setelah mendengar fakta dia buakn lagi di kamarnya. “Lalu, dimana aku?”
“Kau ada di rumahmu”, jawab Minhyun.
Ya, kalau kau jawab seperti itu, dia jadi tambah bingung”, sahut Ren heran.
Baekho kembali menyunggingkan senyum lembutnya yang berhasil membuat Jina terpana. “Tenang saja. Ini juga rumahmu, akan jadi rumahmu”.
Jina terdiam. Gadis itu sama sekali tak tahu harus menjawab apa. Ketiga namja tersebut juga hanya diam. Selama beberapa menit, mereka membiarkan pikiran Jina mencerna setiap penjelasan yang mereka lontarkan. Tapi, hal tersebut malah semakin membuat Jina kebingungan.
Ya, cepat bawa Jina ke bawah kalau kalian bertiga tidak mau melihatku marah besar!” Keheningan di kamar tersebut dipecahkan oleh teriakan keras Soo Rin dari lantai bawah.
Jina masih terlihat kebingungan sambil menatap ketiga namja tersebut bergantian. “Soo Rin juga ada disini?”
Kali ini, Baekho terpaksa yang menjelaskan. “Makanya, kami akan mengajakmu ke bawah agar kau bisa mendapat penjelasan lebih jauh lagi dari Soo Rin”.
Jina mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia masih ingat tengah bermimpi di kamarnya yang mungil. Dan keesokan paginya, dia sudah terbangun di tempat lain. Penjelasan yang dia terima pun hanya semakin menambah kebingungannya. Otaknya serasa lumpuh, tak dapat berpikir. Satu-satunya yang dia kenal, Soo Rin, pasti akan menjelaskan dengan lebih baik lagi.
**********
Jina tertegun menatap ruang tamu nan luas tersebut. Rumah besar bergaya Eropa tersebut benar-benar menakjubkan. Selama ini, Jina hanya bisa menyaksikan rumah seperti itu di drama dan film-film barat yang dia tonton.
Mian menunggu lama”.
Tiba-tiba, sebuah tangan terulur ke arahnya. Jina menatap tangan di depannya, kemudian mendongakkan kepalanya. Gadis itu terbelalak lebar saat dia melihat orang yang dikenalnya, selain Soo Rin, tengah berdiri di depannya sambil mengulurkan tangannya.
“Aron?!”
Aron tersenyum lebar saat melihat Jina – yang notabene adalah teman sejurusannya di kampus – terlihat terkejut dengan kehadirannya. “Jina-ya, gwaenchana?”
“Kau sedang apa disini? Tadi aku juga mendengar suara Soo Rin”. Keheranan Jina masih belum hilang. Setahunya, Soo Rin yang berbeda jurusan dengannya tak mungkin mengenal Aron. Bahkan, sahabatnya itu tak pernah terlihat bersama Aron.
“Kau terkejut ya? Ah, kau pasti berpikir apa aku mengenal Soo Rin juga atau tidak kan?” tebak Aron saat dia melihat sorot mata Jina yang keheranan.
Jina mengangguk. Gadis itu tahu kalau dia terlalu mudah untuk ditebak, dan hal itu juga yang membuat Soo Rin seringkali menegurnya. “Aku sudah mengenal Soo Rin sebelum aku mengenalmu. Tapi karena kau tidak tanya, aku dan Soo Rin pun tak mengatakan padamu kalau kami saling mengenal”.
“Tapi, apa yang sedang kau lakukan disini? Dan, dimana aku?”
“Tunggu saja. Sebentar lagi tuan rumah akan muncul”.
Mata Jina kembali membelalak lebar saat dia melihat Soo Rin tengah tersenyum di hadapannya. “Soo Rin?”
Mianhae, Jina-ya. Kami harus mempercepat rencana kami membawamu kemari karena dia takut sesuatu akan menimpamu”.
Jina mengerutkan keningnya. “Dia? Dia siapa?”
Ren – yang tadinya tak ada di samping Soo Rin – tiba-tiba muncul di samping Soo Rin dengan gakuran hitam yang melekat di tubuhnya. “Dia yang dimaksud oleh Soo Rin adalah pemilik rumah ini”.
“Dan juga tunanganmu”, sahut Minhyun yang muncul bersama dengan Baekho dari arah lain.
“Tunangan?!” seru Jina terkejut. Bagaimana mungkin dia bisa memiliki tunangan kalau satu-satunya namja yang dia kenal dekat hanyalah Aron.
Jina mengalihkan tatapannya pada Aron. “Ini, bukan lelucon kan?”
Aron menyeringai kecil, dan kembali Jina melihat dua taring putih mengintip di antara gigi Aron. “Ini bukan lelucon. Kedua orangtuamu sudah memutuskan setelah kau lahir ke dunia”.
“Kedua orangtuaku?” Jina mengernyitkan dahinya. “Aku bahkan tak mengenal ayahku. Kau tahu itu kan?” Kali ini Jina menatap Soo Rin, meminta pendapat sahabatnya itu.
Soo Rin tersenyum kecil. “Eo, aku tahu. Tapi, ada alasan kenapa ayahmu meninggalkanmu, dan hanya dia yang bisa menjelaskannya padamu, Jina-ya”.
“Dari tadi, kalian hanya menyebut dia dia saja. Mana orang yang kalian maksud?”
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah mereka. Sontak saja mereka semua menoleh ke arah suara langkah kaki tersebut.
“Kau ingin bertemu dengannya kan? Nah, itu dia”, sahut Baekho. “Kami bahkan tak bisa disebut orang”. Jina mengerutkan keningnya mendengar kalimat terakhir Baekho. Tapi dia tak bisa bertanya lebih jauh lagi. Konsentrasinya tertuju pada langkah kaki yang semakin mendekat ke arah mereka tersebut.
“Jina-ya, mianhae karena aku terlambat menyapamu. Aku harus mempersiapkan sesuatu”.
Jina terkesiap. Suara ini? Jina mengenalinya. Suara itu adalah suara yang dia dengar dalam mimpinya. Tapi, apakah hal seperti itu ada?
Tak berapa lama kemudian, seorang namja muncul dari gelapnya ruang tamu yang hanya diterangi sebuah lampu dan beberapa lilin tersebut. Namja itu terlihat berjalan santai, kemudian menghentikan langkahnya seratus meter dari tempat dimana Jina duduk.
Jina menatap namja di hadapannya itu tanpa berkedip sedikitpun. Namja itu menyeringai lebar. Dan lagi-lagi Jina terkesiap. Dia melihat dengan jelas dua taring tajam di antara gigi-gigi putih namja itu.
Namja tersebut menggerakkan mulutnya, terlihat mengatakan sesuatu. “Jina-ya, senang bertemu denganmu. Aku lah yang akan menjelaskan kondisimu sekarang”, ucapnya pelan.
Jina masih menatapnya tanpa berkedip. Gadis itu bisa merasakan kharisma yang keluar dari namja tersebut. Selama beberapa saat, Jina hanya membeku. Sampai akhirnya dia tersadar dan memberanikan diri untuk mengeluarkan suaranya.
“Siapa kau? Maksudku, namamu?” Jina bisa merasakan suaranya bergetar dan pipinya mulai terasa panas. Tidak mungkin dia bisa langsung jatuh cinta pada namja yang baru saja ditemuinya hari ini. Itu pun dengan menculiknya.
Kali ini, namja itu malah tersenyum kecil dan bukannya menyeringai. “Kau telah berkenalan dengan mereka semua, dan ini memang tidak sopan kalau aku tidak memperkenalkan diriku”. Dia berhenti sesaat, melemparkan pandangan ke arah mereka yang berada di ruangan tersebut termasuk Jina. “Namaku Kim Jong Hyun, tapi mereka semua memanggilku JR dari Junior Royal. Dan seperti yang mereka semua katakan, aku adalah pemilik rumah ini dan juga tunanganmu”.
Gojimal. Aku bahkan baru bertemu denganmu. Lalu, bagaimana dengan cerita tentang kedua orangtuaku?” Jina sebenarnya tak ingin mendengarkan lebih jauh lagi. Tapi entah kenapa, cerita tentang ayah dan ibunya membuat Jina penasaran dan mengalahkan ketakutannya.
JR tersenyum. “Aku akan mengatakan satu hal padamu. Kami semua adalah vampir, begitu juga dengan ayahmu”.
Mendengar kenyataan itu, Jina hanya tertegun. Dia tak tahu harus mengatakan apa. Jina menatap Soo Rin, dan pertanyaan yang Soo Rin lontarkan kemarin kembali terlintas di dalam pikirannya. Kemudian dia kembali menatap JR.
“Ayahku,,, adalah seorang vampir?” Dan di antara tatapannya yang nanar dan kebingungan, dia bisa melihat JR mengangguk dengan yakin.

***** TO BE CONTINUED *****
 


Tidak ada komentar: