The Truth about Life
FACE - NU'EST |
Author:
Rei
Genre:
Romance, horror, supernatural
Rating:
Teenager++
Also published at: FF Nu'est Indonesia
Cast:
Kim
Jong Hyun as JR
Choi
Jina (OC)
Ren
Baekho
Minhyun
Aron
Lee Soo
Rin (OC)
“Jina-ya, kau percaya vampir
tidak?” tanya Soo Rin suatu hari.
Jina terlihat tak terlalu
menghiraukan sahabatnya. Dia tengah berkutat dengan lembaran tugas yang
tersebar di hadapannya. “Molla. Vampir kan cuma ada di film”. Jina masih
berkonsentrasi dengan kertas-kertas di hadapannya. Beberapa tugasnya tengah
menanti untuk dikumpulkan.
Soo Rin menatap Jina dengan kening berkerut. “Kalau kubilang aku ini vampir, kau percaya tidak?” Mau tak mau, Jina menghentikan pekerjaannya dan langsung menatap sahabatnya. Jina menyunggingkan senyum lebar. “Tak mungkin. Bagaimana bisa kau keluar di siang hari kalau kau vampir?”
Soo Rin menatap Jina yang masih
tergelak. Sorot matanya terlihat serius, tapi gadis di hadapannya tersebut sama
sekali tak mempedulikan sorot mata Soo Rin. Mau tak mau Soo Rin harus menyerah.
“Ya, sudahlah. Tapi, hati-hati kalau
pulang malam”.
“Soo
Rin-a, kau aneh sekali hari ini. Kau bertengkar lagi dengan Ren?” Tanya
Jina saat dia tersadar tak biasanya Soo Rin seperti itu.
Soo
Rin terlihat menyeringai kecil. “Gwaenchana. Kau akan tahu nanti”.
Jina
menatap Soo Rin dengan kening berkerut. Kali ini, gadis itu benar-benar
kehilangan minta akan tugas-tugasnya. Satu-satunya hal yang ingin dia tahu
adalah maksud Soo Rin menanyakan hal itu padanya.
*********
Di
tempat lain….
“Bagaimana
kita akan membawanya kemari kalau dia sendiri tak tahu tentang keluarganya
sendiri?” Tanya Minhyun.
“Huh,
untuk apa sih kita susah payah membawanya kemari?” sahut Ren kesal. “Dia kan cuma setengah
vampir”.
“Walaupun
cuma setengah vampir, dia tetap memiliki darah pemimpin klan ini kau tahu?”
sahut Soo Rin kesal. “Ya, dia kan
tunanganmu. Lakukan sesuatu”.
“Gadis
itu tunangan JR?” tegas Baekho.
JR
hanya menatap para vampir di hadapannya dengan senyum lembut yang mengembang di
bibirnya. “Kau lihat saja nanti”.
**********
Jina
masih belum bisa memejamkan matanya. Jam wekernya sudah menunjukkan pukul
Sembilan malam. Tapi otaknya tak bisa diajak untuk beristirahat. Dia kembali
terbayang pertanyaan aneh yang dilontarkan oleh Soo Rin.
“Bukannya
vampir cuma ada di film saja ya? Buat apa dia menanyakan hal seperti itu
padaku?”
Mata
Jina terus menatap langit-langit kamarnya yang penuh dengan lukisan-lukisan
lucu. Lukisan-lukisan tersebut dibuat oleh ibunya. Di antara gamba-gambar
tersebut, terdapat gambar sebuah keluarga. Mata Jina tertuju pada keluarga
kecil tersebut. Ayah dan ibu tengah menggandeng seorang gadis kecil.
Jina
tersenyum tipis. Dia ingat dia lah yang meminta sang ibu menggambar keluarga
tersebut. “Eomma, sebenarnya kemana appa tak bertanggungjawab
yang meninggalkan eomma saat aku masih bayi dulu?”
Setitik
airmata mengintip di pelupuk mata Jina. Ya, Choi Jina tak mengenal ayahnya
sejak dia masih kecil. Ibunya hanya mengatakan kalau sang ayah telah
meninggalkan mereka tanpa memberitahu alasan yang jelas. Dulu, Jina masih
sering merengek agar dia bisa bertemu dengan ayahnya. Tapi semenjak kematian
ibunya setahun yg lalu, Jina mulai membenci ayahnya. Ayah yang dianggapnya tak
bertanggungjawab karena meninggalkannya dan ibunya.
Jina
menutup matanya, kemudian menyunggingkan senyum kecil. “Jaljayo, eomma”.
Tak lama kemudian, gadis itu telah berpetualang di dalam mimpinya sendiri.
Jina
membuka matanya saat dia mendengar suara geraman. Gadis itu menatap
sekelilingnya, tapi semuanya terlihat gelap. Jina yakin dia sedang tak berada
di kamarnya.
“Jina-ya,
kami akan segera menjemputmu”, seru sebuah suara lembut di belakang Jina.
Jina
menoleh. Tapi, dia tak melihat siapapun disana. “Nuguya? Ini, bukan di
rumahku?”
“Jina-ya”.
Mata
Jina langsung berbinar bahagia saat dia mendengar suara kecil tersebut. “Soo
Rin? Kau dimana?”
“Jina-ya,
klan kami membutuhkanmu”.
Jina
mengerutkan keningnya. “Mworagoo? Soo Rin-a, katakan kau dimana? Disini gelap
sekali”.
“Jina-ya,
kau akan segera bertemu dengan keluarga aslimu. Kita pasti akan segera bertemu”,
seru suara lain, suara yang sama yang memanggilnya pertama kali.
Jina
membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi telah menyeruak masuk melalui
tirai jendela kamarnya. Perlahan, Jina menggerakkan badannya. Hal pertama yang
dia lihat adalah lukisan keluarga kecil di langit-langit kamarnya.
Jina
tersenyum kecil. “Mimpi? Aneh sekali. Ini pasti gara-gara pertanyaan aneh Soo
Rin kemarin”.
“Tidurmu
nyenyak sekali ya, Putri Tidur?”
Tiba-tiba,
senyum Jina menghilang dan digantikan dengan keheranan yang luar biasa. Di
hadapannya, berdiri seorang namja – yang menurut Jina dapat membuat
teman-teman perempuannya akan menjerit.
Jina
mengerutkan keningnya, bingung. “Ren? Kau sedang apa di kamarku?” Jina memang
mengenal Ren. Soo Rin mengatakan kalau Ren adalah keluarga jauh sahabatnya itu.
Dan Jina hanya bertemu Ren sekali, saat Soo Rin mengenalkan mereka.
Ren
sama sekali tak menyunggingkan senyumnya. Bahkan menurut Jina, Ren sekarang
malah terlihat seperti Soo Rin yang cuek dan juga pemarah.
“Ren,
aku tanya kenapa kau ada di kamarku?”
“Memangnya
kau masih di kamarmu? Kau bahkan sudah tidak berada di rumahmu lagi”, jawab
Ren.
“Mwo?!”
Jina kembali menatap langit-langit kamarnya. Beragam lukisan lucu yang dibuat
sang ibu telah menghilang, seolah lenyap tak berbekas. “Kemana perginya lukisan
di langit-langit kamarku?”
Ren
tersenyum tipis. “Itu kan
pekerjaan kecil. Membuat ilusi, dan sebagainya. Kau itu polos sekali ya?” Dan
Jina bersumpah dia melihat dua taring putih menyembul di antara gigi-gigi Ren
saat namja itu menyeringai padanya.
“Mworagoo?”
Jina benar-benar kebingungan. Dia membutuhkan seseorang untuk menjelaskan
situasi yang tengah dihadapinya.
Tiba-tiba,
terdengar suara pintu kamar terbuka. Jina mengalihkan pandangannya ke arah
pintu. Sedangkan Ren hanya mendecakkan lidahnya kesal. Dari ambang pintu,
muncul seorang namja lagi dengan tubuh lebih kekar. Namja tersebut
langsung tersenyum begitu matanya menangkap sosok Jina.
“Annyeong,
Jina-ya. Apa tidurmu nyenyak?” sapa namja itu ramah..
“Ya,
aku juga mau bertemu dengannya”, seru seorang namja lagi yang tiba-tiba
menyeruak dari belakang punggung namja kekar dengan senyuma lembut itu.
“Ren, Soo Rin sedang marah-marah di bawah”.
“Siapa
kalian?” tanya Jina kebingungan. Gadis itu menatap kedua namja di
hadapannya itu dengan sorot mata bingung. Kemudian tatapannya beralih ke Ren,
berusaha meminta penjelasan dari Ren.
Ren
menyeringai kecil. “Aku tidak akan memberitahumu”.
“Mianhae,
Jina-ya. Kami belum mengenalkan diri kami”.
Jina
kembali menatap kedua namja yang berdiri di ambang pintu kamar tersebut.
“Ren bilang aku bahkan sudah tak berada di rumahku lagi”.
Namja
dengan
senyum lembut itu kembali tersenyum. “Kenalkan, namaku Baekho dan ini Minhyun.
Dan kurasa, kau sudah mengenal Ren kan?”
Pertanyaan Baekho dijawab Jina dengan sebuah anggukan kepala pelan. “Seperti
yang dikatakan oleh Ren, kau memang sudah tak berada di rumahmu lagi sejak kau
memejamkan matamu kemarin malam”.
Jina
hanya terdiam. Otaknya membutuhkan waktu untuk bekerja, apalagi setelah
mendengar fakta dia buakn lagi di kamarnya. “Lalu, dimana aku?”
“Kau
ada di rumahmu”, jawab Minhyun.
“Ya,
kalau kau jawab seperti itu, dia jadi tambah bingung”, sahut Ren heran.
Baekho
kembali menyunggingkan senyum lembutnya yang berhasil membuat Jina terpana.
“Tenang saja. Ini juga rumahmu, akan jadi rumahmu”.
Jina
terdiam. Gadis itu sama sekali tak tahu harus menjawab apa. Ketiga namja tersebut
juga hanya diam. Selama beberapa menit, mereka membiarkan pikiran Jina mencerna
setiap penjelasan yang mereka lontarkan. Tapi, hal tersebut malah semakin
membuat Jina kebingungan.
“Ya,
cepat bawa Jina ke bawah kalau kalian bertiga tidak mau melihatku marah besar!”
Keheningan di kamar tersebut dipecahkan oleh teriakan keras Soo Rin dari lantai
bawah.
Jina
masih terlihat kebingungan sambil menatap ketiga namja tersebut bergantian.
“Soo Rin juga ada disini?”
Kali
ini, Baekho terpaksa yang menjelaskan. “Makanya, kami akan mengajakmu ke bawah
agar kau bisa mendapat penjelasan lebih jauh lagi dari Soo Rin”.
Jina
mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia masih ingat tengah bermimpi di kamarnya
yang mungil. Dan keesokan paginya, dia sudah terbangun di tempat lain.
Penjelasan yang dia terima pun hanya semakin menambah kebingungannya. Otaknya
serasa lumpuh, tak dapat berpikir. Satu-satunya yang dia kenal, Soo Rin, pasti
akan menjelaskan dengan lebih baik lagi.
**********
Jina
tertegun menatap ruang tamu nan luas tersebut. Rumah besar bergaya Eropa
tersebut benar-benar menakjubkan. Selama ini, Jina hanya bisa menyaksikan rumah
seperti itu di drama dan film-film barat yang dia tonton.
“Mian
menunggu lama”.
Tiba-tiba,
sebuah tangan terulur ke arahnya. Jina menatap tangan di depannya, kemudian
mendongakkan kepalanya. Gadis itu terbelalak lebar saat dia melihat orang yang
dikenalnya, selain Soo Rin, tengah berdiri di depannya sambil mengulurkan tangannya.
“Aron?!”
Aron
tersenyum lebar saat melihat Jina – yang notabene adalah teman sejurusannya di
kampus – terlihat terkejut dengan kehadirannya. “Jina-ya, gwaenchana?”
“Kau
sedang apa disini? Tadi aku juga mendengar suara Soo Rin”. Keheranan Jina masih
belum hilang. Setahunya, Soo Rin yang berbeda jurusan dengannya tak mungkin
mengenal Aron. Bahkan, sahabatnya itu tak pernah terlihat bersama Aron.
“Kau
terkejut ya? Ah, kau pasti berpikir apa aku mengenal Soo Rin juga atau tidak kan?” tebak Aron saat dia
melihat sorot mata Jina yang keheranan.
Jina
mengangguk. Gadis itu tahu kalau dia terlalu mudah untuk ditebak, dan hal itu
juga yang membuat Soo Rin seringkali menegurnya. “Aku sudah mengenal Soo Rin
sebelum aku mengenalmu. Tapi karena kau tidak tanya, aku dan Soo Rin pun tak
mengatakan padamu kalau kami saling mengenal”.
“Tapi,
apa yang sedang kau lakukan disini? Dan, dimana aku?”
“Tunggu
saja. Sebentar lagi tuan rumah akan muncul”.
Mata
Jina kembali membelalak lebar saat dia melihat Soo Rin tengah tersenyum di
hadapannya. “Soo Rin?”
“Mianhae,
Jina-ya. Kami harus mempercepat rencana kami membawamu kemari karena
dia takut sesuatu akan menimpamu”.
Jina
mengerutkan keningnya. “Dia? Dia siapa?”
Ren
– yang tadinya tak ada di samping Soo Rin – tiba-tiba muncul di samping Soo Rin
dengan gakuran hitam yang melekat di tubuhnya. “Dia yang dimaksud oleh Soo Rin
adalah pemilik rumah ini”.
“Dan
juga tunanganmu”, sahut Minhyun yang muncul bersama dengan Baekho dari arah
lain.
“Tunangan?!”
seru Jina terkejut. Bagaimana mungkin dia bisa memiliki tunangan kalau
satu-satunya namja yang dia kenal dekat hanyalah Aron.
Jina
mengalihkan tatapannya pada Aron. “Ini, bukan lelucon kan?”
Aron
menyeringai kecil, dan kembali Jina melihat dua taring putih mengintip di
antara gigi Aron. “Ini bukan lelucon. Kedua orangtuamu sudah memutuskan setelah
kau lahir ke dunia”.
“Kedua
orangtuaku?” Jina mengernyitkan dahinya. “Aku bahkan tak mengenal ayahku. Kau
tahu itu kan?”
Kali ini Jina menatap Soo Rin, meminta pendapat sahabatnya itu.
Soo
Rin tersenyum kecil. “Eo, aku tahu. Tapi, ada alasan kenapa ayahmu
meninggalkanmu, dan hanya dia yang bisa menjelaskannya padamu, Jina-ya”.
“Dari
tadi, kalian hanya menyebut dia dia saja. Mana orang yang kalian maksud?”
Tiba-tiba,
terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah mereka. Sontak saja mereka semua
menoleh ke arah suara langkah kaki tersebut.
“Kau
ingin bertemu dengannya kan?
Nah, itu dia”, sahut Baekho. “Kami bahkan tak bisa disebut orang”. Jina
mengerutkan keningnya mendengar kalimat terakhir Baekho. Tapi dia tak bisa
bertanya lebih jauh lagi. Konsentrasinya tertuju pada langkah kaki yang semakin
mendekat ke arah mereka tersebut.
“Jina-ya,
mianhae karena aku terlambat menyapamu. Aku harus mempersiapkan
sesuatu”.
Jina
terkesiap. Suara ini? Jina mengenalinya. Suara itu adalah suara yang dia
dengar dalam mimpinya. Tapi, apakah hal seperti itu ada?
Tak
berapa lama kemudian, seorang namja muncul dari gelapnya ruang tamu yang
hanya diterangi sebuah lampu dan beberapa lilin tersebut. Namja itu
terlihat berjalan santai, kemudian menghentikan langkahnya seratus meter dari
tempat dimana Jina duduk.
Jina
menatap namja di hadapannya itu tanpa berkedip sedikitpun. Namja itu
menyeringai lebar. Dan lagi-lagi Jina terkesiap. Dia melihat dengan jelas dua
taring tajam di antara gigi-gigi putih namja itu.
Namja
tersebut
menggerakkan mulutnya, terlihat mengatakan sesuatu. “Jina-ya, senang
bertemu denganmu. Aku lah yang akan menjelaskan kondisimu sekarang”, ucapnya
pelan.
Jina
masih menatapnya tanpa berkedip. Gadis itu bisa merasakan kharisma yang keluar
dari namja tersebut. Selama beberapa saat, Jina hanya membeku. Sampai
akhirnya dia tersadar dan memberanikan diri untuk mengeluarkan suaranya.
“Siapa
kau? Maksudku, namamu?” Jina bisa merasakan suaranya bergetar dan pipinya mulai
terasa panas. Tidak mungkin dia bisa langsung jatuh cinta pada namja yang
baru saja ditemuinya hari ini. Itu pun dengan menculiknya.
Kali
ini, namja itu malah tersenyum kecil dan bukannya menyeringai. “Kau
telah berkenalan dengan mereka semua, dan ini memang tidak sopan kalau aku
tidak memperkenalkan diriku”. Dia berhenti sesaat, melemparkan pandangan ke
arah mereka yang berada di ruangan tersebut termasuk Jina. “Namaku Kim Jong
Hyun, tapi mereka semua memanggilku JR dari Junior Royal. Dan seperti yang
mereka semua katakan, aku adalah pemilik rumah ini dan juga tunanganmu”.
“Gojimal.
Aku bahkan baru bertemu denganmu. Lalu, bagaimana dengan cerita tentang kedua
orangtuaku?” Jina sebenarnya tak ingin mendengarkan lebih jauh lagi. Tapi entah
kenapa, cerita tentang ayah dan ibunya membuat Jina penasaran dan mengalahkan
ketakutannya.
JR
tersenyum. “Aku akan mengatakan satu hal padamu. Kami semua adalah vampir,
begitu juga dengan ayahmu”.
Mendengar
kenyataan itu, Jina hanya tertegun. Dia tak tahu harus mengatakan apa. Jina
menatap Soo Rin, dan pertanyaan yang Soo Rin lontarkan kemarin kembali
terlintas di dalam pikirannya. Kemudian dia kembali menatap JR.
“Ayahku,,,
adalah seorang vampir?” Dan di antara tatapannya yang nanar dan kebingungan,
dia bisa melihat JR mengangguk dengan yakin.
*****
TO BE CONTINUED *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar