Kamis, 09 Oktober 2014

Montase – Kau di antara seribu sakura [Book Review]


"Selalu ada impian yang lebih besar dari impian lain, kan? Bagimu, impian itu adalah menjadi pembuat film dokumenter. Bagiku, Okaasan dan Otousan adalah yang paling penting. Aku bisa melepaskan apa saja asalkan itu bisa membuat mereka tersenyum. Kita tidak hidup selamanya, Rayyi. Karena itu, jangan buang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak kita inginkan."



Kali ini saya mereview novel karangan mbak Windry yang berjudul Montase. Jujur saja, saya sebelumnya belum pernah membaca novel karangan mbak Windry. Sebelumnya mbak Windry sudah menerbitkan Memori dan beberapa novel lainnya. Namun novel ini adalah novel pertama karangan mbak Windry yang kubaca. Dan saya langsung menyukainya.

 Sinopsis

Aku berharap tak pernah bertemu denganmu.
Supaya aku tak perlu menginginkanmu,
memikirkanmu dalam lamunku.
Supaya aku tak mencarimu setiap kali aku rindu.

Supaya aku tak punya alasan untuk mencarimu.
Dan terpuruk ketika akhirnya kau meninggalkanku.

Tapi…,
Kalau aku benar-benar tak pernah bertemu denganmu,
mungkin aku tak akan pernah tahu
seperti apa rasanya berdua saja denganmu.
Menikmati waktu bergulir tanpa terasa.
Aku juga tak mungkin bisa tahu seperti apa
rasanya sungguh-sungguh mencintai…
dan dicintai sosok seindah sakura seperti dirimu.

Montase merupakan novel karangan pertama mbak Windry yang kubaca. Mbak Windry memang sebelumnya sudah menerbitkan beberapa novel. Namun belum ada rasa maupun ketukan dari hati untuk membacanya. Baru saat novel ini muncullah rasa penasaranku keluar. Novel ini bercerita tentang impian Rayyi untuk menjadi seorang pembuat film dokumenter. Namun sayangnya, impiannya itu terbentur dengan keinginan ayahnya untuk menjadi produser rumah produksi milik ayahnya. Di saat itulah dia bertemu Enomoto Haru – mahasiswi pertukaran dari Jepang yang demi orangtuanya memilih film documenter daripada seni yang sangat disukainya. Awalnya Rayyi tak peduli. Namun akhirnya dia jatuh cinta pada gadis berkepala angin itu. Dan karena gadis itulah dia akhirnya berani menyuarakan keinginannya pada sang ayah. 

First Impression

Misterius! Saya tertarik dengan novel ini karena sinopsis dan cover novelnya yang membuat saya penasaran. Saya belum pernah membaca Memori atau novel mbak Windry lainnya. Tapi saya langsung suka dengan novel ini. Karena cover atau sinopsisnya kah? Entahlah. Yang pasti kesan misterius dari sinopsis dan cover novel dimana sebuah bangku diletakkan di bawah pohon sakura yang mulai berguguran membuat saya penasaran dan akhirnya memutuskan untuk membaca novel ini.

How did you experience this book?

Cerita di dalam novel ini memang simple dan klise. Tentang impian yang sering kali diabaikan begitu mendapatkan halangan yang cukup besar. Namun di sini Rayyi membuktikan bahwa dia bisa menjadi seperti apa yang dia inginkan dengan usahanya sendiri tanpa mengandalkan nama besar ayahnya. Berbeda dengan Rayyi yang menolak keinginan ayahnya, Haru justru menunjukkan cara lain mencintai orangtuanya dengan memilih film dokumenter. Membaca novel ini membuat saya penasaran dengan film dokumenter lainnya, terutama A Man with A Movie Camera yang sangat disukai oleh Rayyi. Selain itu, membaca novel ini membuat saya menangis, terharu, tertawa, dan merasakan berbagai emosi lainnya. Mbak Windry berhasil mencampur adukkan semua emosi tersebut menjadi satu dalam novel ini.

Characters

Karakter dalam novel ini membuatku geleng-geleng kepala sendiri. Bagaimana tidak? Samuel Hardi si pembuat film dokumenter terkenal dengan komentar pedasnya disatukan dengan Rayyi yang sering kali kebingungan menentukan arahnya serta Haru Enomoto yang membuat Rayyi mengenal dunia lain selain hitam dan putih. Jujur saja. Saya suka sekali interaksi Rayyi dengan kedua karakter tersebut. Rasanya Samuel Hardi memang lebih cocok menjadi guru Rayyi walaupun dia playboy dan bermulut pedas. Namun begitulah caranya mendidik dan mengajari Rayyi segala yang dia tahu tentang film dokumenter.

Plot

Plot novel ini memang biasa. Namun klimaks yang disajikan di dalamnya mampu membuat saya terharu dan menyukai keputusan yang diambil oleh Rayyi. Seperti yang saya bilang, tentunya klimaks dari novel ini jatuh saat Rayyi mengambil keputusan tentang impiannya di dunia film dokumenter. Dan sekalipun ada satu twist yang membuat saya sedih, namun saya tetap menyukai jalan cerita yang disajikan di dalam novel ini.

 POV

 Orang pertama dari Rayyi

Tema

Kalau dalam manga, tema novel ini bisa dikatakan slice of life – sebuah genre yang menceritakan tentang kehidupan nyata. Memang benar impian tak akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan nyata sekarang ini. Selain itu, juga terdapat kisah cinta antara Rayyi – Haru serta drama dalam kisah mereka berdua, terutama Rayyi.

Quotes

Ada beberapa quotes yang kusuka. Tapi yang membuatku terharu dan hampir menangis adalah….


“Karena itu Rayyi, kenangan yang kau bawa serta bersama sekotak mocha dan sebotol sake tadi sudah saatnya kau lepaskan. Tidak mudah, memang, dan butuh waktu. Itu sebabnya mengapa aku memberikan pesan ini setelah beberapa lama. Lalu, kalau tangisanmu sudah berubah kembali menjadi senyuman, datanglah lagi mengunungiku dan kita bisa melihat sakura bersama.”


Mengharukan bukan? Yang sudah membaca pasti bisa menebak siapa yang mengucapkan ini pada Rayyi dan bagaimana nasib orang itu sekarang.

Ending

Puas. Terharu. Sedih. Bahagia. Campur aduk. Itulah perasaan yang kurasakan. Mungkin kisah cinta Rayyi tidak berhasil. Namun paling tidak dia bisa mencapai impian yang sangat dicintainya. Dengan begitu, dia tetap bisa bersama Haru selamanya.

Pertanyaan

Haru, bisakah kau kembali kepada Rayyi?

Benefits

Raihlah mimpimu setinggi langit. Rayyi membuktikannya dengan tetap berusaha sekuat tenaga sekalipun dia harus melepaskan dirinya dari satu-satunya keluarganya, yaitu ayahnya. Toh pada akhirnya, saat seseorang meraih impiannya dan mendapatkan hasilnya, banyak orang yang akan bisa menikmatinya, terutama orang-orang terdekat.

So far, saya menyukai novel ini. Konsep ceritanya simple, klise, dan cukup membuat saya menangis terharu dan tertawa senang. 5 out of 5 stars for this touching novel. Good job, mbak Windry!


Tidak ada komentar: