Minggu, 26 Juni 2016

[Book Review] Girl Meets Boy – Sebuah Novel Tentang Kehilangan dan Menemukan, Impian, Keluarga, Persahabatan, dan Memaafkan Diri Sendiri



“Jalan dalam kehidupan selalu bercabang-cabang. Tugas kita adalah memilih satu, dan apa pun yang terjadi, kita harus hidup dengan konsekuensinya.” (Mama – Girl Meets Boy, hal. 259)


Yes another work from mbak Winna. Dan saya suka sekali dengan tema keluarga yang diusung oleh karya-karya terbaru mbak Winna. Kali ini saya akan mereview salah satu novel terbaru mbak Winna, Girl Meets Boy (bukan terbaru sih cuma saya aja yang terlambat membacanya).

Sinopsis

Dear Ava,
Saat kamu menerima surat ini, mungkin aku udah nggak ada di sini.
Mungkin aku udah jadi murid senior di Alistaire. Mungkin aku akan ada
di lingkungan baru. Atau, mungkin di Broadway, tampil perdana untuk
pertunjukan Annie dan tiketnya terjual habis dalam lima menit
(boleh dong, ngarep). Who knows? Itulah hebatnya dunia,
selalu penuh dengan kesempatan yang nggak terduga.
Satu hal yang mesti kau ingat, kita punya janji untuk saling menemukan,
bukankah begitu?
Love,
Rae


Dear Kai,
And then I said, “Kai, aku sayang kamu.”
Kamu menatapku, lalu mengusap rambutku lembut. Ini adalah kali pertama
aku mengucapkannya kepada siapa pun. Kamu nggak mengatakannya balik.
Dan, kurasa, sejak awal aku udah tahu.
Aku tahu tindakan kamu barusan adalah ucapan i-love-you terbaik
yang mungkin bisa kudapatkan, but it’s okay, because I love you.
And unlike you, I’m not afraid of saying it.
Love,
Rae

******

Novel ini bercerita tentang kehilangan dan tentang menemukan. Tentang mimpi, tentang keluarga, tentang persahabatan, juga tentang memaafkan diri sendiri. Lewatnya, saya ingin berkisah perihal momen-momen berharga yang sudah seharusnya berlalu dan dilepaskan. Karena setiap hal indah pada waktunya.

Semoga kamu menyukai sepotong kisah ini dan mendengar musik bermain di baliknya.

Winna Efendi.

Girl Meets Boy adalah karya karya kesekian mbak Winna yang saya baca. Mengambil tema yang agak berbeda sejak Happily Ever After, novel ini menceritakan tentang Ava Tirtadirga yang harus berhadapan dengan kehilangan sosok sang kakak, Rae Tirtadirga. Ava yang baru kehilangan kakaknya pun mengikuti jejak sang Kakak, menjadi murid di Alistaire School of Performing Arts and Music. Berbeda dengan sang Kakak yang sangat jelas menonjol dan dielu-elukan, Ava tidak terlalu menonjol, ditambah pula kerap kali dibanding-bandingkan dengan Rae. Meskipun begitu, Ava menemukan hal-hal baru di sana; teman-teman baru dari The Manic Misfits yang menerimanya apa adanya, sudut-sudut sekolah yang dia jelajahi, belajar banyak hal, dan bertemu dengan Kai Alistaire, yang merupakan mantan kekasih Rae. Lewat jurnal dan surat-surat Rae, Ava mengetahui hubungan keduanya, dan mengenal Kai, sang playboy di sekolah tersebut, si pemain piano jenius. Tadinya, Ava hanya ingin mendekati Kai untuk mencari tahu bagaimana perasaan Kai yang sebenarnya kepada Rae. Namun lama-kelamaan, sama seperti Rae, Ava menemukan banyak hal tersembunyi di balik sifat kejam, sombong, narsis dan playboy yang dicitrakan oleh Kai. Namun, bagaimana dengan perasaan Kai kepada Rae? Lalu, apa yang dirasakan Ava setiap kali dia melihat perubahan hati dan sikap Kai?

First Impression

Surprised. Langsung kerasa unsur musiknya.

How did I experience this book?

Jujur, saya nangis. Oke jujur banget. Saya bisa sangat memahami Ava karena kami berdua memiliki banyak kemiripan; anak bungsu, lebih suka menjadi pendengar, dan buku. Oh dan satu lagi. Introvert. Tapi kelihatannya saya nggak terlalu introvert seperti Ava.

Characters

Karakter utama novel ini adalah Ava Tirtadirga, putri bungsu keluarga Tirtadirga dan adik almarhumah Rae Tirtadirga, sang primadona Alistaire. Jika Rae adalah bintang yang bersinar, menurut Ava dirinya adalah bayang-bayang, siluet sang Kakak kemanapun ia pergi. Ava cenderung introvert, lebih suka membaca buku, klaustrofobia, dan tipe yang lebih nyaman di zonanya sendiri. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Alistaire, Ava mungkin berusaha untuk tidak mencolok. Namun nama Tirtadirga tetap membuatnya dikenal di seluruh Alistaire. Dan pertemuannya dengan Fido, Arabel, Sugeng, dan playboy sekolah Kai mulai mengubahnya, membangkitkan kepercayaan dirinya dan keberaniannya untuk mulai berjalan maju. Lalu Kai, sang playboy dari Alistaire yang merupakan kekasih Rae. Penuh misteri, kegelapan, kesedihan, pemberontakan. Kenangan akan ibunya dan kontrol sang Kakek atas dirinya membuatnya menjadi seperti itu. Ditambah dengan kematian Rae semakin membuatnya terlihat kejam dan tidak berperasaan. Walaupun begitu, lambat laun, Kai mulai berubah, dan memaafkan dirinya sendiri.

And my favorite characters are The Manic Misfits. Jujur, saya setuju dengan mbak Winna. The Manic Misfits adalah karakter paling seru di dalam novel ini. Fido sang keyboardist yang, jujur saja, kelihatannya dia yang paling suka gosip di antara teman-temannya. Sugeng sang gitaris yang kerap kali menjadi penengah dan berperan sebagai ‘ibu’ bagi teman-temannya. Lalu Arabel yang menabuh drum dengan sifatnya yang sinis, keras, namun menyukai makanan-makanan manis. Ketiganya ditambah Ava saling melengkapi. Fido yang selalu bisa memberikan dorongan kepada Ava, Arabel yang selalu bisa berbagi rahasia dan curhatan dengan Ava, serta Sugeng yang, walaupun tidak bisa dipahami dengan baik, selalu dapat membantu Ava pada saat yang tepat.

Plot

Plot maju.

POV

Orang ketiga, berganti antara Ava dan Kai.

Tema

Keluarga. Sisterhood. Romance. Friendship. Slice of life. Drama. Music.

Quotes


Simple, tapi menusuk. Khas Ava.

Ending

It’s enough. Sudah cukup menurut saya. Dan saya sudah puas dengan semua konflik dan ending-nya.

Benefit

Ada banyak sekali. Pertama, merelakan mereka yang sudah tidak ada bukan berhenti untuk mengingatnya, namun tetap mengingatnya, baik maupun buruk, namun kita harus terus maju. Kedua, raihlah cita-citamu. Cita-cita tidak hanya tentang hal-hal yang indah, namun ada masa di mana kita akan menghadapi hal-hal yang buruk, dan itulah yang akan membentuk kita nantinya. Ketiga, family is everything. Sekalipun salah satu anggota keluarga sudah tiada, kita masih bisa mengingatnya dan terus melanjutkan hidup. Jangan terus-menerus mengingatnya dengan kesedihan. Ingat mereka dengan kegembiraan dan kebahagiaan pula.

4,5/5 bintang untuk novel ini.

It’s so amazing it seems like I can’t move on from this book. Can’t wait mbak Winna’s new work.    

Tidak ada komentar: