"Selalu ada impian yang lebih besar dari impian lain, kan?
Bagimu, impian itu adalah menjadi pembuat film dokumenter. Bagiku, Okaasan dan
Otousan adalah yang paling penting. Aku bisa melepaskan apa saja asalkan itu bisa
membuat mereka tersenyum. Kita tidak hidup selamanya, Rayyi. Karena itu, jangan
buang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak kita inginkan."
Kali
ini saya mereview novel karangan mbak Windry yang berjudul Montase.
Jujur saja, saya sebelumnya belum pernah membaca novel karangan mbak Windry.
Sebelumnya mbak Windry sudah menerbitkan Memori dan beberapa novel lainnya.
Namun novel ini adalah novel pertama karangan mbak Windry yang kubaca. Dan saya
langsung menyukainya.
Sinopsis
Aku berharap tak pernah
bertemu denganmu.
Supaya aku tak perlu
menginginkanmu,
memikirkanmu dalam
lamunku.
Supaya aku tak
mencarimu setiap kali aku rindu.
Supaya aku tak punya
alasan untuk mencarimu.
Dan terpuruk
ketika akhirnya kau meninggalkanku.
Tapi…,
Kalau aku benar-benar
tak pernah bertemu denganmu,
mungkin aku tak akan
pernah tahu
seperti apa rasanya
berdua saja denganmu.
Menikmati waktu bergulir
tanpa terasa.
Aku juga tak mungkin
bisa tahu seperti apa
rasanya sungguh-sungguh
mencintai…
dan dicintai
sosok seindah sakura seperti dirimu.
Montase
merupakan novel karangan
pertama mbak Windry yang kubaca. Mbak Windry memang sebelumnya sudah
menerbitkan beberapa novel. Namun belum ada rasa maupun ketukan dari hati untuk
membacanya. Baru saat novel ini muncullah rasa penasaranku keluar. Novel ini
bercerita tentang impian Rayyi untuk menjadi seorang pembuat film dokumenter. Namun
sayangnya, impiannya itu terbentur dengan keinginan ayahnya untuk menjadi
produser rumah produksi milik ayahnya. Di saat itulah dia bertemu Enomoto Haru –
mahasiswi pertukaran dari Jepang yang demi orangtuanya memilih film documenter daripada
seni yang sangat disukainya. Awalnya Rayyi tak peduli. Namun akhirnya dia jatuh
cinta pada gadis berkepala angin itu. Dan karena gadis itulah dia akhirnya
berani menyuarakan keinginannya pada sang ayah.
First
Impression
Misterius!
Saya tertarik dengan novel ini karena sinopsis dan cover novelnya yang membuat
saya penasaran. Saya belum pernah membaca Memori atau novel mbak Windry lainnya.
Tapi saya langsung suka dengan novel ini. Karena cover atau sinopsisnya kah? Entahlah.
Yang pasti kesan misterius dari sinopsis dan cover novel dimana sebuah bangku
diletakkan di bawah pohon sakura yang mulai berguguran membuat saya penasaran
dan akhirnya memutuskan untuk membaca novel ini.
How
did you experience this book?
Cerita
di dalam novel ini memang simple dan klise. Tentang impian yang sering kali
diabaikan begitu mendapatkan halangan yang cukup besar. Namun di sini Rayyi
membuktikan bahwa dia bisa menjadi seperti apa yang dia inginkan dengan
usahanya sendiri tanpa mengandalkan nama besar ayahnya. Berbeda dengan Rayyi
yang menolak keinginan ayahnya, Haru justru menunjukkan cara lain mencintai
orangtuanya dengan memilih film dokumenter. Membaca novel ini membuat saya
penasaran dengan film dokumenter lainnya, terutama A Man with A Movie Camera yang sangat disukai oleh Rayyi. Selain itu, membaca
novel ini membuat saya menangis, terharu, tertawa, dan merasakan berbagai emosi
lainnya. Mbak Windry berhasil mencampur adukkan semua emosi tersebut menjadi
satu dalam novel ini.
Characters
Karakter
dalam novel ini membuatku geleng-geleng kepala sendiri. Bagaimana tidak? Samuel
Hardi si pembuat film dokumenter terkenal dengan komentar pedasnya disatukan
dengan Rayyi yang sering kali kebingungan menentukan arahnya serta Haru Enomoto
yang membuat Rayyi mengenal dunia lain selain hitam dan putih. Jujur saja. Saya
suka sekali interaksi Rayyi dengan kedua karakter tersebut. Rasanya Samuel
Hardi memang lebih cocok menjadi guru Rayyi walaupun dia playboy dan bermulut
pedas. Namun begitulah caranya mendidik dan mengajari Rayyi segala yang dia
tahu tentang film dokumenter.
Plot
Plot
novel ini memang biasa. Namun klimaks yang disajikan di dalamnya mampu membuat
saya terharu dan menyukai keputusan yang diambil oleh Rayyi. Seperti yang saya
bilang, tentunya klimaks dari novel ini jatuh saat Rayyi mengambil keputusan
tentang impiannya di dunia film dokumenter. Dan sekalipun ada satu twist
yang membuat saya sedih, namun saya tetap menyukai jalan cerita yang disajikan
di dalam novel ini.
POV
Orang
pertama dari Rayyi
Tema
Kalau
dalam manga, tema novel ini bisa dikatakan slice of life –
sebuah genre yang menceritakan tentang kehidupan nyata. Memang benar impian tak
akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan nyata sekarang ini. Selain itu, juga
terdapat kisah cinta antara Rayyi – Haru serta drama dalam kisah mereka berdua,
terutama Rayyi.
Quotes
Ada beberapa
quotes yang kusuka. Tapi yang membuatku terharu dan hampir menangis adalah….
“Karena itu Rayyi, kenangan yang kau bawa serta bersama sekotak mocha dan sebotol sake tadi sudah saatnya kau lepaskan. Tidak mudah, memang, dan butuh waktu. Itu sebabnya mengapa aku memberikan pesan ini setelah beberapa lama. Lalu, kalau tangisanmu sudah berubah kembali menjadi senyuman, datanglah lagi mengunungiku dan kita bisa melihat sakura bersama.”
Mengharukan
bukan? Yang sudah membaca pasti bisa menebak siapa yang mengucapkan ini pada
Rayyi dan bagaimana nasib orang itu sekarang.
Ending
Puas.
Terharu. Sedih. Bahagia. Campur aduk. Itulah perasaan yang kurasakan. Mungkin kisah
cinta Rayyi tidak berhasil. Namun paling tidak dia bisa mencapai impian yang
sangat dicintainya. Dengan begitu, dia tetap bisa bersama Haru selamanya.
Pertanyaan
Haru,
bisakah kau kembali kepada Rayyi?
Benefits
Raihlah
mimpimu setinggi langit. Rayyi membuktikannya dengan tetap berusaha sekuat
tenaga sekalipun dia harus melepaskan dirinya dari satu-satunya keluarganya,
yaitu ayahnya. Toh pada akhirnya, saat seseorang meraih impiannya dan
mendapatkan hasilnya, banyak orang yang akan bisa menikmatinya, terutama
orang-orang terdekat.
So far, saya menyukai novel ini. Konsep ceritanya simple,
klise, dan cukup membuat saya menangis terharu dan tertawa senang. 5 out of 5 stars for this touching novel. Good job, mbak Windry!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar