Sabtu, 09 Agustus 2014

London – Angel [Book Review]



“Menunggu cinta bukan sesuatu yang sia-sia.”

Sudah cukup lama aku sudah sangat ingin sekali membaca novel karya mbak Windry yang satu ini, apalagi setelah aku membaca Montase. Dilihat dari sinopsisnya, novel ini cukup membuatku tertarik sehingga aku terpaksa ‘menyeret’ ibuku ke toko buku tentunya. Yup, aku membeli buku ini dengan ibuku. Aku dan temanku Dheril cukup lama ingin membaca novel dari seri Setiap Tempat Punya Cerita (STPC) yang diterbitkan oleh gagasmedia.
Tadinya aku membaca sekilas buku ini, dan merasa tidak terlalu tertarik. Tapi kemudian kuputuskan untuk benar-benar membacanya. Alhasil, aku tidak bisa melepaskan pemandangan yang disaksikan oleh si tokoh utama dalam novel ini. Seperti novel sebelumnya, London: Angel merupakan novel bergenre romance travelling dengan mengambil setting di London, salah satu kota paling terkenal di Negara Ratu Elizabeth. Endingnya mungkin akan berbeda dari harapan. Tapi aku sangat suka saat mbak Windry membawaku ke London Eye, Tate Modern, dan berburu buku-buku tua di toko Dickens and More.


Sinopsis

Pembaca tersayang,
Mari berjalan di sepanjang bantaran Sungai Thames, dalam rintik gerimis dan gemilang cahaya dari London Eye.
Windry Ramadhina, penulis novel ‘Orange’, ‘Memori’, dan ‘Montase’, membawa kita menemani seorang penulis bernama Gilang mengejar cinta Ning hingga ke Fitzrovia. Namun, ternyata tak semudah itu menyatakan cinta. Kota London malah mengarahkannya kepada seorang gadis misterius berambut ikal. Dia selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang begitu hujan reda. Sementara itu, cinta yang dikejarnya belum juga ditemuinya. Apakah perjalanannya kali ini sia-sia belaka?
Setiap tempat punya cerita.
Dalam dingin kabut Kota London, ada hangat cinta menyelusup.

London: Angel merupakan novel romance dari seri Setiap Tempat Punya Cerita (STPC) dari gagasmedia. Novel ini mengisahkan Gilang, seorang penulis dan editor, yang mengejar cinta sahabat masa kecilnya bernama Ning hingga ke Fitzrovia di London. Berangkat dengan semangat menggebu-gebu, beberapa kali Gilang harus kebingungan untuk menyatakan cintanya kepada Ning. Di satu sisi dia ingin mengutarakan perasaan yang sebenarnya dan tidak ingin bernasib seperti Mister Lowesley yang harus memendam perasaan selama bertahun-tahun. Namun di sisi lain, dia tidak ingin kehilangan Ning apabila semuanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Dalam perjalanannya mengejar cinta Ning, Gilang bertemu dengan gadis misterius berambut ikal keemasan atau Goldilocks yang selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang ketika hujan reda. Dia pun bertemu berbagai orang dengan kisah yang berbeda, dan belajar dari kehidupan mereka – pria bertopeng V yang berhasil menyelamatkan pernikahannya dan cinta terpendam Mister Lowesley pada Madam Ellis yang berbuah manis dan bahagia. Gilang pun menemukan keberaniannya kembali dan menyatakan cintanya. Sekalipun dia harus kecewa dan tidak bisa mendapatkan cintanya, tapi Angel si Goldilocks telah menuntunnya kepada Ayu – gadis maniak buku yang terobsesi pada Wuthering Heights cetakan pertama. Dan dia pun menemukan keajaiban cinta yang dia cari.

First Impression

Seperti seri lainnya, cover novel ini dibalut dengan warna merah yang sangat identik dengan Inggris. Di dalamnya dilengkapi dengan semacam kartu pos seperti halnya seri-seri yang lain. Aku membeli novel ini karena sinopsis di cover belakang yang membuatku penasaran akan kisah Gilang dan si Goldilocks. Walaupun pada awalnya setelah membeli novel ini aku tidak terlalu tertarik. Namun toh aku tetap melibasnya sampai habis dan merasa tidak cukup. Seperti ketagihan ya? Seperti itulah. Ketagihan akan kisah sebuah novel dan kisah selanjutnya yang terjadi di Fitzrovia.

How did you experience this book?

Hebat. Mengagumkan. Aku tidak punya kata-kata lain lagi. Selain membawaku ke dalam kisah magis Gilang yang bertemu dengan Goldilocks, aku pun dibawa berjalan-jalan menyusuri Windmill Street, menikmati indahnya pemandangan malam hari Kota London dari London Eye yang sangat tinggi, menyusuri Sungai Thames, dan berbelanja aksesoris di toko aksesoris di dekat The Piper. Selama membaca novel ini, aku harus menahan tawa akan kekonyolan Gilang dan para sahabatnya serta komentar-komentar Gilang dan juga Ed – si pelayan setengah Inggris setengah India. Aku pun cukup terhibur dengan cara Gilang memberikan julukan pada tiap orang yang ditemuinya, menyamakan fisik dan karakter mereka dengan para tokoh dari novel-novel dan karya sastra yang dia tahu. Menurutku itu cukup menarik. Dan lucu.

Characters

Gilang merupakan seorang editor dan juga penulis (akan karena dia sedang mengerjakan satu-satunya novel yang akan dia terbitkan). Terkadang dia bisa penuh dengan semangat, namun dia juga bisa berubah menjadi seperti seorang tentara yang patah arang setelah melihat semua rekannya mati di medan perang. Lalu ada Ayu yang terobsesi pada Wuthering Heights cetakan pertama. Menurutku sifat Ayu yang sinis dan cuek namun sangat posesif terhadap buku-bukunya sangat menarik. Dan aku sangat menyukai sifat Ayu yang seperti itu, apalagi saat dia sudah mengomentari apapun yang diucapkan oleh Gilang. Untuk Hyde, aku tidak sempat kepikiran bahwa Hyde itu dari Jekyll & Hyde. Namun Hyde dari vokalis Laruku. ^__^

Sejujurnya, aku kagum pada Mister Lowesley. John Lowesley atau Mister Lowesley harus menelan pil pahit saat Madam Ellis menikah dengan Mister Ellis. Dia pun menyimpan perasaannya selama bertahun-tahun. Walaupun dia termasuk kikuk dan tidak bisa bersosialisasi dengan baik (dia tidak pernah melihat mata lawan bicaranya saat berbicara), namun dia menyembunyikan keberanian yang besar untuk tetap terus mencintai Madam Ellis apapun yang terjadi. Mister Lowesley, Anda keren!

Plot

Bicara soal plot novel ini, aku cukup puas dengannya. Tidak hanya bercerita tentang kisah Gilang melulu, tapi juga kisah tokoh lainnya – si pria bertopeng V yang berjuang mempertahankan pernikahannya, dan Mister Lowesley yang bertahan demi cintanya pada Madam Ellis.

POV

Orang pertama dari Gilang.

Tema

Masih mengusung tema travelling, novel ini memiliki genre romance yang tidak boleh dilewatkan. Well, sejujurnya aku lebih suka dengan kisah lain yang akan dimiliki oleh Gilang dan Ayu. Namun perjuangan Gilang mengejar cinta Ning pun tidak boleh dilewatkan begitu saja.

Quotes

Ada sebuah puisi yang ditandai oleh Mister Lowesley untuk menyatakan perasaannya pada Madam Ellis, dan aku sangat menyukainya. Tapi yang paling kusukai adalah…
“Kau tidak belajar mencintai. Kau mencintai dengan sendirinya.”
Ending

Sekalipun endingnya tidak terlalu baik untuk Gilang, tapi aku puas. Ning bukan gadis yang tepat untuk Gilang. Mereka hanya cocok menjadi sahabat saja. Dan, aku menginginkan kelanjutan kisah Gilang, dengan Ayu tentunya.

Pertanyaan

Apakah kau akan tetap menjadi sahabatku jika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu?

Benefits

Aku belajar banyak dari novel ini. Pertama, jangan pernah patah semangat dalam mengejar ataupun meraih sesuatu yang kau inginkan. Kedua, sahabat adalah salah satu hal terpenting yang harus kita jaga. So, hargai sahabatmu dan jagalah mereka untuk selalu di sisimu.

Kuharap seri dari STPC yang lainnya akan bisa membawaku menjelajahi indahnya kota tersebut dan memasuki dunia lain yang bisa kusaksikan.
 

Tidak ada komentar: