After Love
Author: Rei
Genre: tragedy, romance
Cast:
Choi Jina
Lee Hong Ki
You leave me
behind, without giving any second thought. No medicine can cure my broken
heart. Only you and you can do so. Even so, you would not return even though I
call out to you, reach out my hands to hold you
“Aku ingin putus denganmu,” ucap Jina tiba-tiba.
Hongki berhenti memasukkan gula ke dalam cangkir
kopinya. Matanya mengerjap beberapa kali, berusaha mencerna apa yang baru saja
dia dengar. Lalu dia menatap mata jernih Jina, kemudian tersenyum. “Jina-ya,
jangan bercanda ah. Itu kan tidak lucu. Jantungku hampir saja berhenti. Kalau
aku kena serangan jantung bagaimana?” balas Hongki sambil tersenyum lebar.
Namun, Jina tetap menatapnya tanpa berkedip. Matanya
menatap lurus Hongki. “Aku tidak bercanda sekarang. Oppa, lihat mataku.
Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?”
Hongki pun menatap mata Jina. Jina memang tengah tak
bercanda. Raut wajahnya serius. Saat itu juga Hongki terdiam. Tangannya
terulur, berniat menyentuh punggung tangan Jina. Tapi gadis itu segera
menariknya.
“Wae? Ke – kenapa kau ingin putus denganku?
Jina-ya, beritahu aku. Kalau aku melakukan kesalahan, akan segera
kuperbaiki. Ah, apa ini soal – “.
“Tidak ada alasan apapun,” potong Jina. Hongki
terhenyak. Dia cukup mengenal Jina, dan ini pertama kalinya suara Jina
terdengar dingin, dan tegas. “Aku hanya ingin kita putus.”
Hongki masih terus menatap Jina. Tapi gadis itu malah
mengalihkan pandangannya dan memilih pemandangan putih salju di luar jendela
kafe. “Tapi, aku sangat mencintaimu. Atau, kau sudah tidak mencintaiku lagi?
Kalau begitu, tak apa. Kita bisa jadi teman kembali.”
Jina menutup matanya. Dia memang berat melepaskan
Hongki. Dia juga tahu betapa Hongki sangat mencintainya sampai-sampai dia
menolak perjodohan orangtuanya. Tapi dia harus melakukan hal itu. Dia tidak
ingin Hongki bersedih terlalu dalam nanti. Sekarang atau tidak sama sekali.
Setelah melewati pergumulan di dalam hatinya, Jina pun memantapkan hatinya. Dia
kembali menatap Hongki yang masih meminta jawaban darinya. “Oppa, terima
atau tidak, aku ingin putus dengan oppa. Kumohon jangan mencariku di
apartemen lagi setelah ini karena aku sudah tidak ingin melihat wajahmu lagi.”
Setelah mengatakan hal tersebut, Jina bangkit lalu meninggalkan Hongki.
Hongki, cukup terkejut dengan perkataan Jina, menatap
punggung Jina yang berlalu pergi. Baru setelah Jina menghilang dari
pandangannya, dia berdiri lalu berlari mengejar Jina. Tapi saat dia berada di
antara para pejalan kaki, dia tak bisa menemukan gadis mungil itu. Matanya liar
mencari bayangan Jina. Tapi gadis itu lenyap.
Hongki pun mengeluarkan ponselnya, lalu menekan nomor
Jina. Tapi ponselnya mati, dan hanya ada operator yang pasti akan Hongki cekik
pada saat ini. Kalut, dia berlari tanpa peduli para pejalan kaki yang lain
menuju apartemen Jina. Tak berapa lama kemudian, dia sampai di depan apartemen
Jina. Dia tidak tahu dan tidak peduli bagaimana dia bisa sampai ke tempat ini.
Baginya, dia butuh alasan. Tak akan kulepaskan tanganmu.
Hongki menarik oksigen sebanyak-banyaknya, lalu
membuka pintu itu dengan kunci yang dimilikinya. Tubuhnya terkulai lemas saat
dia masuk ke apartemen kecil itu. Jina sudah pergi! Tak ada lagi barang-barang
gadis itu di tempat ini. Hongki menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan,
berharap menemukan sesuatu. Matanya pun terhenti saat dia melihat sebuah frame
foto tergeletak di atas lantai. Dia segera menghampiri foto itu, lalu
mengambilnya. Matanya panas. Pandangannya kabur. Sekarang, Jina benar-benar sudah
meninggalkannya.
“Jina-ya, eodiya? Kenapa kau
meninggalkanku begini? Apa salahku?” Hongki jatuh terduduk dengan memeluk foto
dirinya dan Jina di Lotte. Air matanya tak berhenti mengalir. Dia hanya bisa
bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tanpa bisa meminta jawaban dari gadis itu.
Beberapa hari kemudian, Hongki semakin terlihat
seperti mayat hidup. Dia bergerak, tapi tak tahu kemana dia pergi. Dia
mendengar, tapi tidak peduli. Yoo Ri menatap sepupunya itu sedih. Dia tahu
alasan Jina pergi, tapi gadis itu memintanya untuk merahasiakannya dari Hongki.
“Hongki-ya, kau jangan begini terus. Kau mirip
mayat hidup kau tahu?” Hongki hanya terdiam. Yoo Ri tahu yang dibutuhkan Hongki
sekarang hanyalah Jina. Dan gadis itu telah meninggalkannya. Yoo Ri menghela
nafas panjang. Orangtua Hongki memintanya untuk menemani Hongki saat mereka
menemukan Hongki di apartemen Jina. Jina juga lah yang menghubungi mereka dan
memberitahu keberadaan Hongki. Dia juga yang meminta mereka menjemput namja itu.
“Ya, kalau Jina melihatmu kurus kering begini,
dia pasti akan cemas.” Ini adalah usaha Yoo Ri untuk yang kesekian kalinya
untuk mengembalikan Hongki. Dan sepertinya itu berhasil.
Hongki mengerjapkan matanya, lalu mata sayu itu
menatap Yoo Ri. “Tapi, apa Jina akan kembali? Apa dia akan datang? Yoo Ri-ya,
apa dia akan datang?”
Yoo Ri hanya bisa terdiam. Dia tahu benar apa yang
telah mereka lalui sampai akhirnya orangtua Hongki mau merestui hubungan
mereka. Bahkan mereka sudah merencanakan pernikahan mereka tahun depan.
“Ah, itu, mungkin, kalau nanti kalian tidak sengaja
bertemu di jalan dan melihatmu seperti zombie begini, dia pasti khawatir,” ucap
Yoo Ri bohong.
Perkataan Yoo Ri membuat Hongki kembali seperti mayat
hidup. Gadis itu pun memukul kepalanya pelan, menyesali perkataannya barusan.
Dia sebenarnya juga tak tahu harus bagaimana. Di satu sisi, sahabat baiknya
memintanya untuk tidak mengatakan apapun. Tapi di sisi lain, dia tak tega
melihat sepupunya berubah menjadi mayat hidup seperti ini. Bahkan sekarang dia
seperti pesakitan yang dikurung di rumah sakit agar tak mencoba untuk keluar
ataupun bunuh diri.
“Hongki-ya, mianhae. Jeongmal mianhae.
Aku tak bisa melakukan apapun untukmu dan dia.”
“Jina-ya, kalau kau terlalu bersemangat, kau bisa
sakit,” ucap Yoo Ri cemas melihat temannya yang berusaha mencari hadiah untuk
sang kekasih.
Jina menatap Yoo Ri dengan senyuman lebar. “Kau tahu
kan aku ingin memberikan benda ini pada oppa secepat mungkin. Dia pasti
senang.”
“Tapi ulang tahunnya masih seminggu lagi kau tahu? Dan
kau membuatku begadang semalaman hanya untuk membujuk namja menyebalkan itu,”
keluh Yoo Ri kesal sambil merapatkan jaketnya.
Jina tersenyum lebar, lalu memeluk sahabatnya itu.
“Jeongmal gomawo, Yoo Ri-ya. Kau selalu membantuku dan oppa. Aku tidak akan
melupakan kebaikanmu.”
Mau tak mau, Yoo Ri hanya bisa tersenyum. “Arasseo.
Akan kubantu kau sekuat tenagaku.”
Jina tersenyum. Gadis itu berjalan mendahului Yoo Ri
sambil menimang CD di tangannya. Yoo Ri hanya bisa mengikuti gadis itu dari
belakang. Tapi langkahnya terhenti saat dia melihat sebuah amplop jatuh dari
jaket Jina. Yoo Ri tersenyum, lalu memungut amplop itu. Keningnya berkerut saat
dia melihat lambing rumah sakit Seoul di atasnya. Dengan rasa ingin tahu yang
membuncah, dia pun membuka amplop itu dan membacanya. Matanya melebar. Kakinya
tak bisa digerakkan. Kertas yang dipegangnya itu pun terjatuh ke tanah penuh
salju. Yang bisa dia lakukan hanya berteriak.
“Jina-ya. Jina? Choi Jina?!”
Jina pun berbalik. Dia kebingungan melihat temannya
itu. Dia pun menghampirinya, masih dengan senyuman merekah. “Wae?” Sinar mata
Jina berubah saat dia melihat kertas dan amplop pemeriksaannya di atas tanah.
Dia memang belum membacanya, jadi dia hanya membawa benda itu.
Jina memungut kertas pemeriksaan itu, lalu membacanya.
Matanya melebar, dan pandangannya mulai kabur. Dia menatap Yoo Ri, berusaha
meminta jawaban. Tapi Yoo Ri pun tak tahu harus bagaimana. “Kanker darah
stadium 3?” bisik Jina pelan. Lalu gadis itu pun pingsan.
Yoo Ri menyapu air matanya dengan punggung tangannya.
Dia tak sengaja mengetahui penyakit Jina. Dan dia juga tak tahu kalau Jina akan
berpisah dengan Hongki seperti ini. Masih segar dalam ingatannya hari dimana
Jina memutuskan untuk berpisah dengan Hongki.
“Yoo Ri-ya, tolong jaga oppa ya? Aku tidak mau dia
bersedih untukku terlalu dalam. Karena itu, aku akan putus dengannya. Sampai
kan permintaaan maafku pada orangtuanya ya? Mianhae. Jeongmal mianhae.”
Yoo Ri hanya bisa terdiam saat itu. Dia bisa mendengar
tangis Jina yang tertahan dan suaranya yang bergetar. Tapi dia juga tak tahu
harus bagaimana. Jina memohonnya untuk merahasiakan hal ini. Tak apa bagi gadis
itu untuk berubah menjadi penjahat, asal Hongki tidak akan tersakiti. Saat
menyadarinya, Yoo Ri memukul kepalanya pelan. “Pabbo. Dia sudah
tersakiti. Apa salahnya kalau aku mengatakannya sekarang? Tak apa kan, Jina?”
Yoo Ri sudah bertekad. Dia memegang tangan Hongki yang
dingin, lalu tersenyum. “Hongki-ya, berpakaianlah yang bagus. Aku akan
membawamu ke tempat hatimu berada. Ke tempat Jina,” ucap Yoo Ri lembut.
Hongki menoleh. Dia menatap mata Yoo Ri. “Jina? Jinjja?
Kau tidak bohong kan?” Yoo Ri mengangguk, lalu mengeluarkan kemeja dan kaus
untuk Hongki.
“Pakai ini. Aku akan menunggumu di luar. Kalau kau
sudah siap, teriak saja. Ne?” Hongki mengangguk. Yoo Ri pun tersenyum
puas. Dia bisa melihat sinar di mata Hongki. Dan senyum itu. Orangtuanya pasti
akan menangis bahagia saat dia melihat senyum Hongki. “Ingat. Aku di luar ya?”
“Arasseo. Cepat keluar sana!” Yoo Ri terkikik.
Dia pun melangkah ke luar kamar perawatan tersebut, menutup pintunya, lalu
duduk di atas lantai dingin berbau karbol bercampur obat.
“Aku tidak tahu apakah yang kulakukan ini benar atau
tidak. Tapi Jina-ya, aku tahu kau juga tersakiti. Karena itu, aku akan
menolong kalian sekali lagi. Sebagai cupid kalian.”
Lima menit kemudian, Hongki sudah rapi dan siap
bertemu dengan Jina. Senyumnya merekah lebar. Matanya berbinar bahagia. Dia
tengah menyusuri lorong rumah sakit bersama Yoo Ri. “Jadi, dimana Jina?”
Yoo Ri tersenyum tipis. Dia tak tahu apakah Hongki
akan senang atau tidak saat bertemu dengan Jina nanti. “Tenang saja. Tempatnya
tidak jauh kok!” Hongki hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Akhirnya dia
bisa menemui Jina.
Yoo Ri dan Hongki keluar dari kamar perawatan.
Beberapa perawat menyapa keduanya. Mereka pun terlihat terkejut saat melihat
Hongki yang biasanya terlihat seperti mayat hidup dan kumal sekarang terlihat
rapi dan tampan. Mungkin mereka akan mulai menyuruhnya debut jadi penyanyi
nanti, batin Yoo Ri.
Begitu keluar dari rumah sakit, Hongki menghirup udara
sebanyak-banyaknya. Dia tak pernah menyukai bau rumah sakit. Bau karbol
bercampur obat-obatan membuatnya mual. Sekarang dia bisa menghirup udara
kebebasannya. Dan bertemu Jina tentunya.
Hongki tak tahu kemana Yoo Ri membawanya. Mereka tidak
pergi ke apartemen Jina atau rumah kakek dan neneknya. Pilihan kedua itu
mustahil. Kakek dan nenek Jina tinggal di Jeju. Pilihan lain mungkin saja.
Setelah berjalan selama lima menit, mereka pun
berhenti di sebuah kios bunga yang berdiri di samping sebuah pemakaman. Yoo Ri
melirik Hongki, lalu memberinya tanda. “Ahhh, bunga untuk Jina. Ne?”
“Aishi, kau bodoh sekali! Tentu saja!” Yoo Ri
heran bagaimana para gadis termasuk Jina sangat menyukai sepupunya yang tidak
sensitif seperti ini. Benar-benar keajaiban dunia kedelapan.
Hongki hanya tersenyum kecil, lalu dia meminta seikat
bunga lili pada penjualnya. Jina selalu menyukai bunga lili putih. Karena
itulah, setiap kali mereka bertengkar, Hongki akan membawakan seikat bunga lili
putih pada gadis itu. Dan Jina pasti akan langsung memaafkannya.
Setelah membayar bunganya, Yoo Ri mengajaknya memasuki
pemakaman tersebut. Hongki mulai kebingungan. “Yoo Ri, kau yakin Jina ada di
sini?”
Yoo Ri tidak menjawab. Gadis it uterus berjalan tanpa
menghiraukan Hongki yang kebingungan. Setelah melalui beberapa blok, akhirnya
mereka berhenti. Yoo Ri menghela nafas panjang, lalu menunjuk sebuah foto yang
terpampang di kotak kaca. “Jina di sini.”
Hongki pun mengambil tempat di samping Yoo Ri. Matanya
terbelalak lebar saat dia melihat foto gadis yang paling dicintainya di sana.
Dia pun langsung menoleh ke arah Yoo Ri meminta penjelasan.
Yoo Ri kembali menghela nafas panjang. Kalau akan
seberat ini, seharusnya dia tidak menerima permintaan sahabatnya itu. “Jina
mengidap kanker otak stadium akhir. Hari di saat kalian putus adalah hari
dimana dia memutuskan untuk tidak menerima perawatan apapun. Setelah hari itu,
dia kembali ke rumah kakek dan neneknya. Tapi beberapa hari kemudian, dia
dibawa ke rumah sakit karena penyakitnya. Kakeknya lah yang menghubungiku.
Dengan bujukan paman dan bibi, mereka akhirnya setuju Jina dibawa ke Seoul
kembali.”
Hongki terdiam. Kanker otak? Itukah yang membuat
Jina putus dengannya? “Beberapa minggu di rumah sakit, Jina menolak
melakukan kemoterapi. Dia bahkan tak mau meminum obatnya. Saat kau dibawa ke
rumah sakit, dia semakin depresi. Dan puncaknya seminggu yang lalu. Jina
mengalami serangan, dan akhirnya dia tak tertolong lagi.”
Hongki sudah tak bisa mendengar suara Yoo Ri lagi.
Matanya kembali terfokus pada foto di hadapannya. Kakinya lemas tak bertenaga.
Matanya tak focus. Pandangannya kabur. Setitik air mata jatuh meluncur di
pipinya. Bunga yang digenggamnya pun akhirnya terjatuh.
“Jina? Itu – itu bukan Jina. Jina masih hidup. Aku –
aku harus menjemputnya.”
Yoo Ri menatap Hongki sambil menahan air matanya
sendiri. “Oppa, Jina sudah tak ada. Dia sudah pergi. Dia hanya ingin oppa
hidup bahagia tanpa harus memikirkannya.”
Hongki tak mempedulikan Yoo Ri. Dia mengambil bunga
lili itu lalu berlari meninggalkan Yoo Ri yang menyuruhnya kembali.
Pandangannya tak jelas, tertutup air matanya yang menggenang. Dia berlari
sekencang-kencangnya. Hanya satu tempat yang ada dalam pikirannya. Apartemen
Jina.
Hongki terus berlari. Begitu dia sampai di depan
apartemen gadis itu, dia langsung berlari menyeberang ke sisi lain tanpa
mempedulikan jalanan di depan. Tanpa diketahuinya, sebuah mobil melaju kencang.
Si pengemudi yang terlambat menyadari keberadaan Hongki tak bisa menghindar
lagi. Lalu tiba-tiba, pandangan Hongki kabur, gelap. Dia bisa mencium bau
darah. Bunga lili di tangannya tiba-tiba berubah menjadi merah. Hanya kata yang
terus dia ucapkan.
“Jina. Jina. Jina.” Bahkan saat ambulan datang pun dia
tetap memanggil nama Jina. Namun matanya gelap. Dia tak bisa melihat apapun.
Saat itu lah sebuah cahaya muncul, dan Jina berdiri di depannya dengan senyuman
sehangat mentari. Gadis itu mengulurkan tangannya. Tanpa berpikir panjang,
Hongki pun meraih tangan itu. “Jina-ya”. Dan pandangannya pun kembali
gelap.
Dua tahun telah berlalu. Musim berganti musim. Namun, hanya ada satu hal yang tidak berubah bagi seseorang. Gadis itu berdiri di depan dua makam sahabatnya dengan
seikat bunga lili. “Bagaimana kabar kalian? Aku yakin pasti kalian baik-baik
saja. Kalian berdua memang curang, suka seenaknya sendiri. Sekarang gara-gara
kalian pergi, aku jadi sendirian kan? Sudahlah. Akan kumaafkan kalian kali ini.
Jina-ya, tolong jaga sepupuku di sana ya?” ucap Yoo Ri pelan. Dia
menatap gundukan tanah di depannya dengan air mata tertahan.
Dua tahun yang lalu, Hongki yang mengalami kecelakaan
tak bisa diselamatkan. Dan hari ini tepat empat tahun hari keduanya menjadi
sepasang kekasih. Yoo Ri datang membawa seikat bunga lili putih untuk keduanya.
Di hari bersalju itu, keduanya kembali bersama. Selamanya.
You are my
oxygen. Nothing can be changed. Finally I can reach your hands, hug you in my
arms so we can’t be separated. Heaven knows how much I love you. You are the
sun of my world, the light in my darkness. Only you and you that I love the
most.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar