Rabu, 04 Desember 2013

Fanfict - Hongki's Sad Story



After Love

Author: Rei
Genre: tragedy, romance
Cast:
Choi Jina
Lee Hong Ki
You leave me behind, without giving any second thought. No medicine can cure my broken heart. Only you and you can do so. Even so, you would not return even though I call out to you, reach out my hands to hold you

“Aku ingin putus denganmu,” ucap Jina tiba-tiba.
Hongki berhenti memasukkan gula ke dalam cangkir kopinya. Matanya mengerjap beberapa kali, berusaha mencerna apa yang baru saja dia dengar. Lalu dia menatap mata jernih Jina, kemudian tersenyum. “Jina-ya, jangan bercanda ah. Itu kan tidak lucu. Jantungku hampir saja berhenti. Kalau aku kena serangan jantung bagaimana?” balas Hongki sambil tersenyum lebar.
Namun, Jina tetap menatapnya tanpa berkedip. Matanya menatap lurus Hongki. “Aku tidak bercanda sekarang. Oppa, lihat mataku. Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?”
Hongki pun menatap mata Jina. Jina memang tengah tak bercanda. Raut wajahnya serius. Saat itu juga Hongki terdiam. Tangannya terulur, berniat menyentuh punggung tangan Jina. Tapi gadis itu segera menariknya.
Wae? Ke – kenapa kau ingin putus denganku? Jina-ya, beritahu aku. Kalau aku melakukan kesalahan, akan segera kuperbaiki. Ah, apa ini soal – “.
“Tidak ada alasan apapun,” potong Jina. Hongki terhenyak. Dia cukup mengenal Jina, dan ini pertama kalinya suara Jina terdengar dingin, dan tegas. “Aku hanya ingin kita putus.”
Hongki masih terus menatap Jina. Tapi gadis itu malah mengalihkan pandangannya dan memilih pemandangan putih salju di luar jendela kafe. “Tapi, aku sangat mencintaimu. Atau, kau sudah tidak mencintaiku lagi? Kalau begitu, tak apa. Kita bisa jadi teman kembali.”
Jina menutup matanya. Dia memang berat melepaskan Hongki. Dia juga tahu betapa Hongki sangat mencintainya sampai-sampai dia menolak perjodohan orangtuanya. Tapi dia harus melakukan hal itu. Dia tidak ingin Hongki bersedih terlalu dalam nanti. Sekarang atau tidak sama sekali. Setelah melewati pergumulan di dalam hatinya, Jina pun memantapkan hatinya. Dia kembali menatap Hongki yang masih meminta jawaban darinya. “Oppa, terima atau tidak, aku ingin putus dengan oppa. Kumohon jangan mencariku di apartemen lagi setelah ini karena aku sudah tidak ingin melihat wajahmu lagi.” Setelah mengatakan hal tersebut, Jina bangkit lalu meninggalkan Hongki.
Hongki, cukup terkejut dengan perkataan Jina, menatap punggung Jina yang berlalu pergi. Baru setelah Jina menghilang dari pandangannya, dia berdiri lalu berlari mengejar Jina. Tapi saat dia berada di antara para pejalan kaki, dia tak bisa menemukan gadis mungil itu. Matanya liar mencari bayangan Jina. Tapi gadis itu lenyap.
Hongki pun mengeluarkan ponselnya, lalu menekan nomor Jina. Tapi ponselnya mati, dan hanya ada operator yang pasti akan Hongki cekik pada saat ini. Kalut, dia berlari tanpa peduli para pejalan kaki yang lain menuju apartemen Jina. Tak berapa lama kemudian, dia sampai di depan apartemen Jina. Dia tidak tahu dan tidak peduli bagaimana dia bisa sampai ke tempat ini. Baginya, dia butuh alasan. Tak akan kulepaskan tanganmu.
Hongki menarik oksigen sebanyak-banyaknya, lalu membuka pintu itu dengan kunci yang dimilikinya. Tubuhnya terkulai lemas saat dia masuk ke apartemen kecil itu. Jina sudah pergi! Tak ada lagi barang-barang gadis itu di tempat ini. Hongki menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan, berharap menemukan sesuatu. Matanya pun terhenti saat dia melihat sebuah frame foto tergeletak di atas lantai. Dia segera menghampiri foto itu, lalu mengambilnya. Matanya panas. Pandangannya kabur. Sekarang, Jina benar-benar sudah meninggalkannya.
“Jina-ya, eodiya? Kenapa kau meninggalkanku begini? Apa salahku?” Hongki jatuh terduduk dengan memeluk foto dirinya dan Jina di Lotte. Air matanya tak berhenti mengalir. Dia hanya bisa bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tanpa bisa meminta jawaban dari gadis itu.

Beberapa hari kemudian, Hongki semakin terlihat seperti mayat hidup. Dia bergerak, tapi tak tahu kemana dia pergi. Dia mendengar, tapi tidak peduli. Yoo Ri menatap sepupunya itu sedih. Dia tahu alasan Jina pergi, tapi gadis itu memintanya untuk merahasiakannya dari Hongki.
“Hongki-ya, kau jangan begini terus. Kau mirip mayat hidup kau tahu?” Hongki hanya terdiam. Yoo Ri tahu yang dibutuhkan Hongki sekarang hanyalah Jina. Dan gadis itu telah meninggalkannya. Yoo Ri menghela nafas panjang. Orangtua Hongki memintanya untuk menemani Hongki saat mereka menemukan Hongki di apartemen Jina. Jina juga lah yang menghubungi mereka dan memberitahu keberadaan Hongki. Dia juga yang meminta mereka menjemput namja itu.
Ya, kalau Jina melihatmu kurus kering begini, dia pasti akan cemas.” Ini adalah usaha Yoo Ri untuk yang kesekian kalinya untuk mengembalikan Hongki. Dan sepertinya itu berhasil.
Hongki mengerjapkan matanya, lalu mata sayu itu menatap Yoo Ri. “Tapi, apa Jina akan kembali? Apa dia akan datang? Yoo Ri-ya, apa dia akan datang?”
Yoo Ri hanya bisa terdiam. Dia tahu benar apa yang telah mereka lalui sampai akhirnya orangtua Hongki mau merestui hubungan mereka. Bahkan mereka sudah merencanakan pernikahan mereka tahun depan.
“Ah, itu, mungkin, kalau nanti kalian tidak sengaja bertemu di jalan dan melihatmu seperti zombie begini, dia pasti khawatir,” ucap Yoo Ri bohong.
Perkataan Yoo Ri membuat Hongki kembali seperti mayat hidup. Gadis itu pun memukul kepalanya pelan, menyesali perkataannya barusan. Dia sebenarnya juga tak tahu harus bagaimana. Di satu sisi, sahabat baiknya memintanya untuk tidak mengatakan apapun. Tapi di sisi lain, dia tak tega melihat sepupunya berubah menjadi mayat hidup seperti ini. Bahkan sekarang dia seperti pesakitan yang dikurung di rumah sakit agar tak mencoba untuk keluar ataupun bunuh diri.
“Hongki-ya, mianhae. Jeongmal mianhae. Aku tak bisa melakukan apapun untukmu dan dia.”
“Jina-ya, kalau kau terlalu bersemangat, kau bisa sakit,” ucap Yoo Ri cemas melihat temannya yang berusaha mencari hadiah untuk sang kekasih.
Jina menatap Yoo Ri dengan senyuman lebar. “Kau tahu kan aku ingin memberikan benda ini pada oppa secepat mungkin. Dia pasti senang.”
“Tapi ulang tahunnya masih seminggu lagi kau tahu? Dan kau membuatku begadang semalaman hanya untuk membujuk namja menyebalkan itu,” keluh Yoo Ri kesal sambil merapatkan jaketnya.
Jina tersenyum lebar, lalu memeluk sahabatnya itu. “Jeongmal gomawo, Yoo Ri-ya. Kau selalu membantuku dan oppa. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu.”
Mau tak mau, Yoo Ri hanya bisa tersenyum. “Arasseo. Akan kubantu kau sekuat tenagaku.”
Jina tersenyum. Gadis itu berjalan mendahului Yoo Ri sambil menimang CD di tangannya. Yoo Ri hanya bisa mengikuti gadis itu dari belakang. Tapi langkahnya terhenti saat dia melihat sebuah amplop jatuh dari jaket Jina. Yoo Ri tersenyum, lalu memungut amplop itu. Keningnya berkerut saat dia melihat lambing rumah sakit Seoul di atasnya. Dengan rasa ingin tahu yang membuncah, dia pun membuka amplop itu dan membacanya. Matanya melebar. Kakinya tak bisa digerakkan. Kertas yang dipegangnya itu pun terjatuh ke tanah penuh salju. Yang bisa dia lakukan hanya berteriak.
“Jina-ya. Jina? Choi Jina?!”
Jina pun berbalik. Dia kebingungan melihat temannya itu. Dia pun menghampirinya, masih dengan senyuman merekah. “Wae?” Sinar mata Jina berubah saat dia melihat kertas dan amplop pemeriksaannya di atas tanah. Dia memang belum membacanya, jadi dia hanya membawa benda itu.
Jina memungut kertas pemeriksaan itu, lalu membacanya. Matanya melebar, dan pandangannya mulai kabur. Dia menatap Yoo Ri, berusaha meminta jawaban. Tapi Yoo Ri pun tak tahu harus bagaimana. “Kanker darah stadium 3?” bisik Jina pelan. Lalu gadis itu pun pingsan.
Yoo Ri menyapu air matanya dengan punggung tangannya. Dia tak sengaja mengetahui penyakit Jina. Dan dia juga tak tahu kalau Jina akan berpisah dengan Hongki seperti ini. Masih segar dalam ingatannya hari dimana Jina memutuskan untuk berpisah dengan Hongki.
“Yoo Ri-ya, tolong jaga oppa ya? Aku tidak mau dia bersedih untukku terlalu dalam. Karena itu, aku akan putus dengannya. Sampai kan permintaaan maafku pada orangtuanya ya? Mianhae. Jeongmal mianhae.”
Yoo Ri hanya bisa terdiam saat itu. Dia bisa mendengar tangis Jina yang tertahan dan suaranya yang bergetar. Tapi dia juga tak tahu harus bagaimana. Jina memohonnya untuk merahasiakan hal ini. Tak apa bagi gadis itu untuk berubah menjadi penjahat, asal Hongki tidak akan tersakiti. Saat menyadarinya, Yoo Ri memukul kepalanya pelan. “Pabbo. Dia sudah tersakiti. Apa salahnya kalau aku mengatakannya sekarang? Tak apa kan, Jina?”
Yoo Ri sudah bertekad. Dia memegang tangan Hongki yang dingin, lalu tersenyum. “Hongki-ya, berpakaianlah yang bagus. Aku akan membawamu ke tempat hatimu berada. Ke tempat Jina,” ucap Yoo Ri lembut.
Hongki menoleh. Dia menatap mata Yoo Ri. “Jina? Jinjja? Kau tidak bohong kan?” Yoo Ri mengangguk, lalu mengeluarkan kemeja dan kaus untuk Hongki.
“Pakai ini. Aku akan menunggumu di luar. Kalau kau sudah siap, teriak saja. Ne?” Hongki mengangguk. Yoo Ri pun tersenyum puas. Dia bisa melihat sinar di mata Hongki. Dan senyum itu. Orangtuanya pasti akan menangis bahagia saat dia melihat senyum Hongki. “Ingat. Aku di luar ya?”
Arasseo. Cepat keluar sana!” Yoo Ri terkikik. Dia pun melangkah ke luar kamar perawatan tersebut, menutup pintunya, lalu duduk di atas lantai dingin berbau karbol bercampur obat.
“Aku tidak tahu apakah yang kulakukan ini benar atau tidak. Tapi Jina-ya, aku tahu kau juga tersakiti. Karena itu, aku akan menolong kalian sekali lagi. Sebagai cupid kalian.”
Lima menit kemudian, Hongki sudah rapi dan siap bertemu dengan Jina. Senyumnya merekah lebar. Matanya berbinar bahagia. Dia tengah menyusuri lorong rumah sakit bersama Yoo Ri. “Jadi, dimana Jina?”
Yoo Ri tersenyum tipis. Dia tak tahu apakah Hongki akan senang atau tidak saat bertemu dengan Jina nanti. “Tenang saja. Tempatnya tidak jauh kok!” Hongki hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Akhirnya dia bisa menemui Jina.
Yoo Ri dan Hongki keluar dari kamar perawatan. Beberapa perawat menyapa keduanya. Mereka pun terlihat terkejut saat melihat Hongki yang biasanya terlihat seperti mayat hidup dan kumal sekarang terlihat rapi dan tampan. Mungkin mereka akan mulai menyuruhnya debut jadi penyanyi nanti, batin Yoo Ri.
Begitu keluar dari rumah sakit, Hongki menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dia tak pernah menyukai bau rumah sakit. Bau karbol bercampur obat-obatan membuatnya mual. Sekarang dia bisa menghirup udara kebebasannya. Dan bertemu Jina tentunya.
Hongki tak tahu kemana Yoo Ri membawanya. Mereka tidak pergi ke apartemen Jina atau rumah kakek dan neneknya. Pilihan kedua itu mustahil. Kakek dan nenek Jina tinggal di Jeju. Pilihan lain mungkin saja.
Setelah berjalan selama lima menit, mereka pun berhenti di sebuah kios bunga yang berdiri di samping sebuah pemakaman. Yoo Ri melirik Hongki, lalu memberinya tanda. “Ahhh, bunga untuk Jina. Ne?”
Aishi, kau bodoh sekali! Tentu saja!” Yoo Ri heran bagaimana para gadis termasuk Jina sangat menyukai sepupunya yang tidak sensitif seperti ini. Benar-benar keajaiban dunia kedelapan.
Hongki hanya tersenyum kecil, lalu dia meminta seikat bunga lili pada penjualnya. Jina selalu menyukai bunga lili putih. Karena itulah, setiap kali mereka bertengkar, Hongki akan membawakan seikat bunga lili putih pada gadis itu. Dan Jina pasti akan langsung memaafkannya.
Setelah membayar bunganya, Yoo Ri mengajaknya memasuki pemakaman tersebut. Hongki mulai kebingungan. “Yoo Ri, kau yakin Jina ada di sini?”
Yoo Ri tidak menjawab. Gadis it uterus berjalan tanpa menghiraukan Hongki yang kebingungan. Setelah melalui beberapa blok, akhirnya mereka berhenti. Yoo Ri menghela nafas panjang, lalu menunjuk sebuah foto yang terpampang di kotak kaca. “Jina di sini.”
Hongki pun mengambil tempat di samping Yoo Ri. Matanya terbelalak lebar saat dia melihat foto gadis yang paling dicintainya di sana. Dia pun langsung menoleh ke arah Yoo Ri meminta penjelasan.
Yoo Ri kembali menghela nafas panjang. Kalau akan seberat ini, seharusnya dia tidak menerima permintaan sahabatnya itu. “Jina mengidap kanker otak stadium akhir. Hari di saat kalian putus adalah hari dimana dia memutuskan untuk tidak menerima perawatan apapun. Setelah hari itu, dia kembali ke rumah kakek dan neneknya. Tapi beberapa hari kemudian, dia dibawa ke rumah sakit karena penyakitnya. Kakeknya lah yang menghubungiku. Dengan bujukan paman dan bibi, mereka akhirnya setuju Jina dibawa ke Seoul kembali.”
Hongki terdiam. Kanker otak? Itukah yang membuat Jina putus dengannya? “Beberapa minggu di rumah sakit, Jina menolak melakukan kemoterapi. Dia bahkan tak mau meminum obatnya. Saat kau dibawa ke rumah sakit, dia semakin depresi. Dan puncaknya seminggu yang lalu. Jina mengalami serangan, dan akhirnya dia tak tertolong lagi.”
Hongki sudah tak bisa mendengar suara Yoo Ri lagi. Matanya kembali terfokus pada foto di hadapannya. Kakinya lemas tak bertenaga. Matanya tak focus. Pandangannya kabur. Setitik air mata jatuh meluncur di pipinya. Bunga yang digenggamnya pun akhirnya terjatuh.
“Jina? Itu – itu bukan Jina. Jina masih hidup. Aku – aku harus menjemputnya.”
Yoo Ri menatap Hongki sambil menahan air matanya sendiri. “Oppa, Jina sudah tak ada. Dia sudah pergi. Dia hanya ingin oppa hidup bahagia tanpa harus memikirkannya.”
Hongki tak mempedulikan Yoo Ri. Dia mengambil bunga lili itu lalu berlari meninggalkan Yoo Ri yang menyuruhnya kembali. Pandangannya tak jelas, tertutup air matanya yang menggenang. Dia berlari sekencang-kencangnya. Hanya satu tempat yang ada dalam pikirannya. Apartemen Jina.
Hongki terus berlari. Begitu dia sampai di depan apartemen gadis itu, dia langsung berlari menyeberang ke sisi lain tanpa mempedulikan jalanan di depan. Tanpa diketahuinya, sebuah mobil melaju kencang. Si pengemudi yang terlambat menyadari keberadaan Hongki tak bisa menghindar lagi. Lalu tiba-tiba, pandangan Hongki kabur, gelap. Dia bisa mencium bau darah. Bunga lili di tangannya tiba-tiba berubah menjadi merah. Hanya kata yang terus dia ucapkan.
“Jina. Jina. Jina.” Bahkan saat ambulan datang pun dia tetap memanggil nama Jina. Namun matanya gelap. Dia tak bisa melihat apapun. Saat itu lah sebuah cahaya muncul, dan Jina berdiri di depannya dengan senyuman sehangat mentari. Gadis itu mengulurkan tangannya. Tanpa berpikir panjang, Hongki pun meraih tangan itu. “Jina-ya”. Dan pandangannya pun kembali gelap.
Dua tahun telah berlalu. Musim berganti musim. Namun, hanya ada satu hal yang tidak berubah bagi seseorang. Gadis itu berdiri di depan dua makam sahabatnya dengan seikat bunga lili. “Bagaimana kabar kalian? Aku yakin pasti kalian baik-baik saja. Kalian berdua memang curang, suka seenaknya sendiri. Sekarang gara-gara kalian pergi, aku jadi sendirian kan? Sudahlah. Akan kumaafkan kalian kali ini. Jina-ya, tolong jaga sepupuku di sana ya?” ucap Yoo Ri pelan. Dia menatap gundukan tanah di depannya dengan air mata tertahan.
Dua tahun yang lalu, Hongki yang mengalami kecelakaan tak bisa diselamatkan. Dan hari ini tepat empat tahun hari keduanya menjadi sepasang kekasih. Yoo Ri datang membawa seikat bunga lili putih untuk keduanya. Di hari bersalju itu, keduanya kembali bersama. Selamanya.
You are my oxygen. Nothing can be changed. Finally I can reach your hands, hug you in my arms so we can’t be separated. Heaven knows how much I love you. You are the sun of my world, the light in my darkness. Only you and you that I love the most.

Tidak ada komentar: