The New Life
Author: Rei
Genre: Romance, horror, supernatural,
fantasy, action
Rating: Teenager ++
Also published at: FF Nu'est Indonesia
Cast:
Kim Jong Hyun as JR
Choi Jina (OC)
Ren
Baekho
Minhyun
Aron
Lee Soo Rin (OC)
JR membawa Jina langsung ke kamar
gadis itu begitu mereka tiba. Wajah Jina terlihat agak pucat dan darahnya tak
bisa berhenti mengalir. Setelah membaringakn gadis itu di atas tempat tidurnya,
JR segera membersihkan darah Jina yang berceceran.
“Jina-ya, kau bisa
mendengarku?” Jina hanya menatap JR dengan pandangan kosong, tapi wajahnya
terlihat kesakitan. “Jina-ya, bertahanlah sebentar lagi”.
Airmata Jina mengalir semakin deras.
Jina merasa lehernya serasa kaku, tapi tubuhnya bergetar hebat. “Eomma,
sakit sekali”.
“Arasseo. Aku akan segera
membalutnya”. Dengan cepat, JR menemukan kotak P3K di atas meja kecil di kamar
tersebut. Begitu menemukannya, JR langsung membuka kotak itu dan segera
mengambil perban yang ada di dalamnya. Dia langsung membalut leher Jina untuk
menghentikan pendarahan gadis itu.
“Bagaimana dengannya?” tanya Minhyun
yang tiba-tiba telah berada di samping JR.
JR tak menatap Minhyun. Dia masih
berkonsentrasi pada Jina. “Molla. Wajahnya semakin pucat”.
“Kalau dia tidak selamat,
bagaimana?” sahut Aron mulai cemas.
“Suruh Minhyun menutup luka gadis
itu dulu”, imbuh Baekho.
Ren–yang juga ikut bergabung dengan
terpaksa dalam perbicaraan mereka – menatap Jina datar. “Bukankah kalau dia
digigit oleh nenek sihir itu, berarti itu mempermudahmu untuk mengubahnya
kembali menjadi vampir?” celetuk Ren.
Sontak mereka berempat langsung
menoleh ke arah Ren. Merasa aneh, Ren pun ganti menatap keempat sahabatnya
dengan kening berkerut. “Wae? Aku salah bicara ya?”
“Minki, itu ide paling bagus yang
pernah keluar dari kepalamu!” seru Aron. Baekho pun ikut setuju dengan anggukan
kecilnya.
“Hah? Kenapa kalian senang sekali?”
Tanya Ren tak mengerti.
“Ren benar. Kalau kau memberikan
darahmu pada Jina, gadis itu akan kembali menjadi vampir”, imbuh Minhyun. “Jika
dipikir, pada awalnya Jina memang vampir kan ?”
JR menatap keempat sahabatnya dengan
sorot ragu, kemudian beralih pada Jina yang terlihat kesakitan. Kemudian dia
kembali menatap mereka berempat. “Tapi, kalau gagal bagaimana? Jina bisa
meninggal”.
“Lakukan saja”, sahut Soo Rin yang
sudah berdiri di ambang pintu. “Lebih baik dicoba daripada kau melihatnya mati
kesakitan kan ?”
JR menatap Jina sejenak. Dia mulai
memikirkan berbagai cara menyelamatkan Jina selain mengubahnya kembali. Tapi,
otaknya benar-benar buntu. Dia tidak bisa memikirkan cara lain selain saran
teman-temannya.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya JR
mengambil keputusan. “Kalian–keluarlah! Aku–akan melakukannya”. Mereka berlima
mengangguk cepat.
Tak lama kemudian, kelima temannya
telah meninggalkan kamar tersebut, meninggalkan JR dan Jina berdua. Perlahan,
JR mendekati pinggir tempat tidur Jina. “Jina-ya, kau bisa mendengarku?”
Jina tak bersuara. Tapi gadis itu memberikan anggukan kecil dan itu sudah cukup
bagi JR untuk memastikan bahwa Jina masih sadar.
“Mianhae. Aku masih ingin
membiarkanmu menjadi manusia sampai kau benar-benar siap. Tapi aku tidak bisa
menemukan cara lain selain melakukan ini”. Suara JR terdengar cukup bergetar
bagi Jina. Ada
apa? Kenapa JR terdengar sangat khawatir? Apa aku akan mati?
JR mengulurkan tangannya, menemukan
tangan Jina, dan menggenggamnya dengan lembut. Kemudian dia mengangkat tangan
kirinya dan langsung menggigitnya. Seketika, darah mengucur deras dari nadi JR.
JR menatap Jina sejenak. “Jina-ya,
bukalah mulutmu!” Jina tak bisa melakukan apapun. Jadi, gadis itu menuruti
permintaan JR dan membuka mulutnya perlahan. “Bagus. Saat aku mengulurkan
tangan kiriku ke atas mulutmu, sebisa mungkin minumlah darah yang keluar. Hanya
itu satu-satunya jalan untuk menyelamatkanmu”.
Menyelamatkanku? Apa maksudmu?
“Aku tahu ini bertentangan dengan
permintaan ayahmu. Tapi, hanya ini cara kami untuk bisa melindungimu. Mainhae,
Jina-ya”. Jina tak bisa melepaskan matanya dari wajah JR. Gadis itu bisa
melihat penyesalan besar di wajah JR. Dan yang membuatnya lebih terkejut lagi,
setetes airmata jatuh meluncur dari mata namja itu.
Tanpa
banyak bicara lagi, JR mengangkat tangannya dan menghentikannya di atas mulut
Jina. Seperti yang JR minta, Jia berusaha untuk meminum darah yang mengucur
dari pergelangan tangan JR. Saat darah JR melewati tenggorokannya, gadis itu
bisa merasakan panas yang menjalari tubuhnya. Setelah beberapa saat, Jina sudah
tidak sanggup lagi menjaga kesadarannya sampai akhirnya dia pun kehilangan
kesadaran.
*******
Beberapa hari kemudian, Jina pun
tersadar dan dia pun harus menemukan fakta baru mengenai hidupnya lagi. Dia
telah berubah menjadi vampir, dan itu semua dilakukan oleh JR demi
menyelamatkan nyawanya. Hanya itu dan beberapa cerita lainnya yang didapatkan
Jina serta segelas darah segar yg disodorkan oleh JR begitu dia tersadar.
Awalnya, Jina merasa segan saat JR
dengan santainya menyodorkan gelas tersebut pada Jina. Tapi kemudian, rasa haus
yg teramat sangat menyerbu dirinya dan darah yg keluar dari tangan JR membuat
Jina tak bisa menahan dirinya. Dengan naturalnya, gadis itu menghisap setiap
tetes darah JR yg menetes.
“Minumlah sepuasmu, Jina-ya.
Kau tidak perlu khawatir lagi. Selamanya, aku akan melindungimu”.
******
Jina menatap bulan yg bersinar cukup
terang pada malam itu. Sesekali, dia melirik ke arah rumah di belakangnya.
Selama lima bulan tinggal di rumah tersebut, dia
baru menyadari bahwa dia tinggal di sebuah rumah mewah bergaya Eropa yg berdiri
di kawasan Gangnam, salah satu kawasan elit di Seoul .
Jina menghela nafas panjang. “Lama
sekali”, gerutunya kesal.
“Huh, tadinya ogah-ogahan dan
sekarang kau seperti seorang pengantin wanita yg menunggu pengantin prianya
muncul”, celetuk Ren yg tiba-tiba muncul di hadapan Jina. Bagi Jina, hal
tersebut tak lagi mengejutkannya.
Jina tersenyum kecil menatap Ren yg
mulai menunjukkan ekspresi ketusnya. Soo Rin bilang itu memang sifat Ren. Dan
Jina mulai terbiasa dengan segala kritikan yg keluar dari mulut Ren. “Gomawo
karena sudah memujiku. Ah, dan semoga yg kau ampire tadi memang benar”,
balas Jina.
Mata Ren sontak melebar dan mulutnya
menganga, membuat tawa Jina hampir pecah. “Mworagoo? Aku ini
mengkritikmu, bukan memujimu!”
“Jinjja? Tapi bagiku, itu
adalah pujian”.
“Kau baru kena penyakit Soo Rin ya?”
gerutu Ren kesal. “Dia pasti yg mengajarimu macam-macam”.
“Ani. Aku hanya mencontoh Soo
Rin saja kok!” Kali ini, tawa Jina benar-benar tak bisa dia tahan dan meledak
begitu saja. Ren menyipitkan matanya, menatap Jina tajam seperti mengatakan
‘kau memang gila’ dari sorotan matanya.
Ren mendecakkan lidahnya kesal.
“Kalian semua memang hanya mendengarkan Soo Rin”, ucap Ren kesal.
“Karena dia lebih masuk akal
daripada kau”, seru JR yg telah berdiri di samping Jina. Ren tak menyahut. Dia
hanya mengerucutkan bibirnya, dan meninggalkan mereka berdua dengan wajah
kesal. Jina terkekeh pelan, senang karena berhasil membuat Ren kalah. Sedangkan
JR hanya menyunggingkan senyum kecil.
“Ternyata yg dikatakan oleh Soo Rin
benar. Ren lucu sekali kalau sedang kalah”, ucap Jina di antara tawanya. Jina
baru menghentikan tawanya saat JR menggamit lengannya. Gadis itu menatap JR
bingung bercampur malu, kemudian berkata, “Ige mwoya?”
JR mengulas sebuah senyum kecil.
“Kau lihat saja nanti”. Lalu dia membawa Jina keluar dari rumah tersebut.
Keduanya berjalan menyusuri trotoar dan jalanan Gangnam di malam hari. Tanpa
tahu mereka akan kemana, Jina mengikuti JR. Sesekali Jina menengadahkan
wajahnya ke atas, menatap langit berbintang dan bulan purnama malam itu. Lalu
dia kembali mengikuti JR.
Beberapa saat kemudian, mereka tiba
di sebuah taman yang cukup luas. Sakura yang banyak berjejer disana tengah
berbunga dengan indahnya. Jina tertegun, menatap bunga Sakura yang berjatuhan
seperti hujan pink yang memenuhi taman. JR pun menghentikan langkahnya, menatap
wajah Jina, lalu kembali menggamit lengannya. Dia ingin menunjukkan sesuatu
pada Jina.
“Odie?” ampi Jina bingung.
Sedari tadi, JR tidak mengatakan kemana mereka akan pergi.
Lalu JR berhenti. Jina mengintip
dari balik punggung JR; sekarang mereka berada di sebuah tempat dimana berdiri
sebuah pohon Sakura yg cukup besar. Sakura itu jauh lebih besar dari pohon yang
lainnya. Di bawah pohon, terdapat sebuah kursi taman panjang. Terlihat cukup
nyaman bagi Jina untuk bisa tidur disana.
“Aku ingin membawamu ke tempat ini”,
jawab JR akhirnya.
Jina mengerutkan keningnya, bingung.
“Wae?”
JR menghela nafas, kemudian menatap
langsung ke mata Jina. Detak jantung Jina berdetak keras ketika mata hitam JR
menatapnya langsung. “Karena aku ingin menunjukkan tempat dimana ayahmu
meninggal”.
Jina tertegun. “Appa–meninggal
disini?” JR mengangguk, kemudian menunjuk pohon Sakura besar di depan mereka.
“Beliau meninggal dalam pelukan
ibumu, tepat di bawah pohon itu, dimana keduanya pertama kali bertemu dulu”,
imbuh JR.
Jina terhenyak. Dia menatap pohon
Sakura besar itu nanar. Pandangannya mulai kabur, dipenuhi oleh airmata yg
menggenang. Selama ini, dia mengira ayahnya adalah laki-laki yg tak
bertanggungjawab, begitu saja meninggalkan dia dan ibunya yang sakit-sakitan.
Tapi ternyata dia salah. Kedua orangtuanya hanya ingin yg terbaik untuknya,
karena itu mereka berusaha menyembunyikan kenyataan tentang dirinya yg
sebenarnya.
Tiba-tiba JR memeluk Jina dari
belakang. Dan airmata Jina akhirnya meluncur menuruni wajahnya. “Jina-ya,
ayahmu sangat baik pada kami. Dia yg selalu melindungi Soo ampire Min Hyun dari
para tetua. Para tetua membenci mereka; Soo
Rin yg setengah ampire dan ayah Min Hyun yg pernah mengkhianati mereka”, bisik
JR lirih.
“Karena itu kalian melindungiku?
Karena appa?” ampi Jina di antara isak tangisnya. JR semakin mempererat
pelukannya pada gadis itu. Melihat Jina meneteskan airnatanya membuatnya sakit,
apalagi dia telah berjanji akan melindungi senyum gadis itu.
“Bukan hanya itu”, jawab JR. Lalu
dia menambahkan, “Tahukah kau sebelum berteman denganmu, Soo Rin sangat
tertutup dari kami dan selalu ketus. Dia tidak membenci kami, tapi dia berusaha
menciptakan tembok dengan kami. Tapi sejak berteman denganmu, dia berubah
total. Kami senang, karena bagaimanapun juga kami juga telah berjanji akan
menjaga Soo Rin sebagai adik kami”.
Jina terdiam. Dulu, Soo Rin tak
sengaja menolongnya. Kemudian secara natural, keduanya berteman. “Lalu,
bagaimana denganku? Apa–aku juga adik bagi kalian?”
JR membalikkan badan Jina, membuat gadis
itu menatap langsung mata hitam JR. “Bagi mereka, kau adalah adik. Tapi bagiku,
bukan”.
Jina masih menatap mata itu.
Keduanya terdiam selama beberapa saat. Saat daun bunga Sakura berguguran
tertiup ampir bagaikan hujan berwarna pink, JR mendekatkan wajahnya ke wajah
Jina. Kedua tangannya merangkum wajah Jina. Jina bisa merasakan pipinya
memanas.
JR tersenyum lembut, kemudian
perlahan dia menurunkan wajahnya. Jina terkejut saat tiba-tiba dia merasakan
bibir lembut JR menyentuh bibirnya. Mata Jina melebar, tapi kemudian gadis itu
terhanyut dalam perasaannya sendiri. Wajahnya memerah, dan airmatanya kembali
mengalir.
Beberapa saat kemudian, JR
melepaskan bibirnya, kemudian menatap Jina lembut. “Ini jawabanku. Arasseo, Jina-ya?”
JR kemudian menarik Jina dan membenamkan gadis itu ke dalam pelukannya.
“Jong Hyun-a?” ucap Jina
pelan.
“Aku semakin mencintaimu setelah Ren
menunjukkan fotomu setelah kau dewasa. Aku senang, karena kau masih selamat dan
belum ditemukan. Tapi aku juga takut, kalau-kalau ada yg akan membahayakan
nyawamu”.
“Karena itukah Soo Rin mengenalkan
Ren sebagai sepupunya padaku?” Jina sendiri cukup terkejut. Menurutnya, Soo
ampire Ren memiliki sifat yg hampir sama, ketus pada orang lain.
“Haha, saat itu hanya Ren yg
terpikir olehku. Yah, sekalipun mereka berdua tidak pernah bisa akur”, jawab JR
sambil tertawa kecil. Kemudian dia kembali terdiam. Sorot matanya terlihat
serius; sekalipun Jina tidak bisa menatapnya langsung. “Jina-ya, apa
jawabanmu?”
Jina tertegun. JR menyatakan
cinta padaku? Pikiran Jina berkabut. Hari demi hari dan setiap potong
kenangan yg selama ini dia lalui bersama JR terus berkelebat. Apa aku juga
mencintainya? Selama ini, JR selalu menjaganya, melindunginya, dan
menyelamatkannya dari kematian. JR juga yg telah memberinya keluarga baru. Dan
sebelum dia berubah menjadi ampire, setiap dia memikirkan JR, jantungnya akan
berdetak cepat dan semu merah muncul di kedua pipinya.
Jina tak bisa menjawab. Gadis itu
hanya terdiam dalam pelukan JR. JR yg menunggu, malah semakin mempererat
pelukannya. “Jina-ya, kau membenciku?” Jina menggeleng cepat. “Apa aku
seorang kakak bagimu?” Jina kembali menggeleng. JR bukanlah kakak baginya.
“Kalau begitu, apa yg muncul saat kau memikirkanku? Tahukah kau bahwa saat aku
memikirkanmu, yg muncul adalah senyum ceriamu di antara hujan bunga Sakura?”
Jina kembali tertegun, kemudian
mendongakkan kepalanya. Dan saat itu, JR pun menundukkan kepalanya. Mata
keduanya saling bertemu. Jina bisa melihat ketulusan dan kelembutan di mata JR.
Jina kembali membenamkan dirinya ke dalam pelukan JR. Matanya menutup, berusaha
membayangkan siapa yg paling ingin dia lihat. Seharusnya, dia menginginkan
kedua orangtuanya. Tapi dalam pikirannya, justru wajah JR dan senyum JR yg
muncul. Inikah jawabanku? Aku mencintai JR, bahkan sebelum aku menyadarinya?
Jina mempererat pelukannya ke tubuh
JR. Dia sudah mengetahui jawaban itu jauh sebelum JR mengatakannya. JR pun
membalasnya, dan membisikkan sesuatu ke telinga Jina dengan lembut. “Jina-ya,
aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Selamanya”.
*******
Beberapa
hari kemudian.
Jina bisa merasakan lututnya mulai
bergetar hebat. Dia sama sekali tak bisa mengangkat kepalanya. JR, yg berdiri
di sampingnya, terus menggenggam tangannya tanpa berniat sekalipun melepaskan
tangan Jina. Sekalipun begitu, ketakutan dan juga rasa gugup yg menyerang Jina
sama sekali tak berkurang. Sekarang, Jina tengah berdiri di depan para tetua
dari klan mereka. JR lah yg mengusulkan ini; membawa Jina ke depan para tetua
tersebut.
“Kalau ada yg keberatan, kalian bisa
bicara sekarang”. Suara JR terdengar tenang, tapi sangat kuat. Siapapun yg
mendengarnya pasti bisa merasakan ancaman dari suaranya yg tenang. “Kalau
kalian masih menginginkan kematian Jina, aku tidak bisa berbuat banyak, kecuali
kalian ingin menghadapiku dan yg lainnya”. Jina bisa merasakan dengungan hebat
di telinganya. Laki-laki di sampingnya ini memang hebat, seorang pemimpin yg
teguh dan tak bisa digoyahkan.
“Yah, kalau kalian para kakek tidak
keberatan tubuh kalian disayat-sayat oleh JR dan juga Baekho”, sahut Ren sambil
tertawa kecil di belakang Jina.
“Memangnya kalian bisa apa kalau
membuat JR marah?” imbuh Soo Rin singkat. Ujung bibir Jina terangkat saat
mendengar perkataan Soo Rin, membayangkan apa yg akan dilakukan oleh JR pada
para vampir tersebut.
“Jadi, semuanya setuju kan ?” tegas JR sekali
lagi.
Salah seorang vampir berdiri, dan
mulai mengeluarkan suaranya. “Tentu. Kami semua tidak akan mengganggu putri
Siwon-ssi. Kami tidak ingin mendapatkan masalah denganmu, Jong Hyun-ssi”.
JR menyunggingkan senyum puas. Pertemuan tersebut pun berakhir tanpa ada
perdebatan sama sekali. Dari yg Jina bisa lihat, mereka semua takut pada
kemarahan JR dan teman-temannya. Jina belum pernah melihat Ren dan yg lainnya
marah dan mengamuk. Membayangkannya saja Jina tidak mau.
“Jadi, dia Jang Jina?” Langkah
mereka berempat terhenti saat seorang namja tinggi muncul di hadapan
mereka. Dia menatap Jina dengan tatapan menyelidik. Dan itu membuat Jina tak
nyaman.
“Ya, kau membuat Jina tak
nyaman”, ucap JR seakan mengetahui apa yg ada dalam pikiran Jina.
Namja itu tetap menatap Jina,
kemudian matanya beralih pada JR. “Kau dingin sekali. Tapi aku kemari bukan
untuk membuatmu kesal. Aku hanya ingin mengucapkan selamat pada JR. Kalau bukan
karena kau, aku tidak akan bisa melihat wajah para kakek tua itu pucat seperti
batu”.
“Gomawo. Lalu, bisakah kau
minggir? Kami ingin segera pergi dari sini”, ucap JR dingin.
Namja itu menyeringai lebar,
kemudian menghilang di balik lorong-lorong gelap di samping mereka. Jina merasa
tegang saat dia menatap mata namja tersebut. Mata lebarnya terasa dingin
menusuk, berbeda dengan mata JR.
“Kau tidak apa-apa, Jina?” tanya JR
khawatir. Jina tergagap, kemudian tersenyum kecil. “Ne, gwaenchana”,
jawab Jina pelan.
JR menatap Jina lembut. Mata
hitamnya tidak terasa menakutkan bagi Jina. Bahkan mengingatkannya pada
malam-malam dimana ibunya selalu mendekapnya dalam kehangatan dan perlindungan.
Dan dengan JR, Jina bisa merasakan perlindungan baginya.
“Ne, aku akan selalu di
sisimu”, bisik Jina. Dan JR membalasnya dengan seulas senyum yg lembut.
Beberapa
bulan kemudian.
Gadis berambut panjang itu duduk
termenung di balkon kamarnya. Sebuah benda berkilat ditimpa sinar bulan
purnama. Gadis itu menatap bintang yg bertaburan di atas langit. Bulan purnama
yg sempurna ditemani oleh bintang-bintang di langit. Sepasang bintang bersinar
paling terang, dan mata gadis itu tertuju pada kedua bintang tersebut.
Jina tersenyum kecil, kemudian
berujar, “Kalian berdua pasti selalu mengawasiku, karena itulah kalian mengirim
JR dan teman-temannya padaku. Eomma dan appa, berbahagialah di sana . Aku akan baik-baik
saja. Kalian tidak perlu mengkhawatirkanku lagi. Aku–akan menjadi gadis yg
kuat, agar aku bisa mendampingi JR”. Setetes airmata meluncur pelan dari pelupuk
matanya, menyusuri pipi tembamnya. Jina menggunakan punggung tangannya untuk
menghapus jejak airmatanya, kemudian tersenyum kecil.
“Jina, tolong bantu aku menyeret Ren
pulang!” seru sebuah suara lantang dari arah ruang utama. Jina menoleh, kemudian
tersenyum. “Ne, sebentar!” Gadis itu berdiri dari tempatnya yg nyaman.
Sebelum dia meninggalkan tempat itu, dia kembali menatap kedua bintang itu.
Senyumnya terkembang. Kemudian dia bergegas berlari ke ruang utama. Dia
benar-benar bahagia, karena dia mendapatkan keluarga baru yg akan selalu
bersamanya, selamanya.
Author’s
Words
Neomu
mianhae, para readers!
Part terakhir ini lama banget dari part yg sebelumnya. Author sedang diserbu
ribuan tugas kuliah, jadi selalu terlantar. Selain itu, penyakit yg namanya
males dan stuck sering dateng juga. Neomu mianhae *bow*
Gamsahamnida sudah
mengikuti fanfiction ini. Author bener-bener minta maaf banget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar